Analisis Perbandingan Struktur Cerpen “SHONEZAKI SHINJU” Karya CHIKAMATSU MONZAEMON dan Cerpen “UDA DAN DARA” Karya USMAN AWANG
. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Karya sastra
merupakan cerminan budaya bangsa yang tidak bisa lepas dari jiwa dan masyarakat
pengarangnya serta tidak lepas pula dari pengaruh social budaya tempatnya karya
itu diciptakan, selain itu karya sasatra merupakan salah satu cara pengungkapan
gagasan, ide dan pikiran dengan gambaran pengalaman. Sastra menyajikan hidup
dan kehidupan sebagian besar tdrdiri dari kenyataan sosial walaupun karya
sastra ”meniru” alam dan subjektrif manusia. (Wellek, 1989: 109). Sastra
merupakan karya imajinatif. Maksudnya, bahwa pengalaman atau peristiwa yang
dituangkan kedalam karya sastra, bukanlah pengalaman atau peristiwa
sesungguhnya, tetapi merupakan hasil rekaan imajinasi. Dengan kata lain dunia
sastra adalah dunia khayal, dunia yang terjadi karena khayalan. Sastra
hendaknya tidak hanya dikenal dari logika saja, teteapi juga dari segi
emosional dan estetika.
Cerpen sebagai salah satu produk karya sastra
memiliki peranan penting dalam membentuk
manusia yang memiliki semangat juang, kepribadian, berbudaya berwatak. Sebagai
karya seni yang memiliki dua unsur pokok yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik dan dengan menganalisis unrur-unsur tersebut kita dapat mengetahui
nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra.Dan dengan menganalisis unsur
intrinsik dan unsur ekstrinsik tersebut dapat menyadarkan tentang kebudayaan
sebagai hasil cipta manusia ditengah-tengah kehidupn masyarakat yang mempunyai
pengaruh positif terhadap pembentukan sikap dan watak masyarakat.Sehingga untuk
dianalisis dan dikaji sehingga kita dapat menemukan unsur-unsur yang
teerkandung didalamnya.
Istilah
sastra bandingan kali pertama muncul di negara Inggris yang dipelopori oleh
para pemikir Perancis seperti Fernand Baldensperger, Jean-Marie Carre’, Paul
van Tieghem, dan Marius-Francois Guyard. Mereka ini dalam ilmu sastra bandingan
akhirnya lebih dikenal sebagai pelopor aliran Perancis atau aliran lama
(Hutomo, 1993: 1). Pada perkembangan selanjutnya, sastra bandingan ini juga
berkembang di Amerika, mengembangkan konsep-konsep sastra bandingan aliran
Perancis, sehingga sastra bandingan aliran Amerika ini disebut sebagai aliran
baru (Hutomo, 1993: 1).
Aliran Perancis sebagai aliran
lama berpendapat bahwa sastra bandingan adalah pembandingan sastra secara
sistematik dari dua negara yang berlainan (Hutomo, 1993: 1). Sedangkan aliran
Amerika berpandangan lebih luas. Aliran Amerika tidak hanya membandingkan dua
karya sastra dari dua negara yang berlainan, tetapi juga membandingkan sastra
dengan bidang ilmu atau seni tertentu (Hutomo, 1993: 3). Oleh aliran Perancis
hal tersebut tidak disetujui. Namun dalam praktiknya ternyata aliran Perancis
juga melaksanakan konsep aliran Amerika (Hutomo, 1993: 4).
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan masalah dalam kajian ini yaitu:
-
Bagaimanaka perbandingan striktur cerpen “Shonezaki Shinju”
karya Cikamatsu Monzaemon dan cerpen “Uda dan Dara” karya Usman Awang?
1.3
Tujuan penelitian
Sesuai
dengan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapaidalam penelitian ini ini
adalah :
-
mendeskripsikan struktur dan perbandingan dalam
cerpen“Shonezaki Shinju” karya Cikamatsu Monzaemon dan cerpen “Uda dan Dara”
karya Usman Awang
1.4 Manfaat penelitian
a.
Untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah sastra bandingan.
b.
Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang struktur dan
perbandingan dalam cerpen Shonezaki Shinju” karya Cikamatsu Monzaemon dan
cerpen “Uda dan Dara” karya Usman Awang
c.
Untuk memotivasi pengarang menulis cerpen yang memiliki nilai
kreativitas yang tinggi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian cerpen
Cerpen
adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal
kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau
menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan (Kosasih dkk,
2004:431)
Nugroho Notosusanto (dalam Tarigan,
1993:176) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita yang panjangnya di sekitar 5000
kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi yang terpusat dan lengkap pada
dirinya sendiri. Untuk menentukan panjang cerpen memang sulit untuk ukuran yang
umum, cerpen selesai dibaca dalam waktu 10 sampai 20 menit. Jika
cerpennya lebih panjang mungkin sampai 1½ atau 2 jam. Yang jelas tidak ada
cerpen yang panjang 100 halaman (Surana, 1987:58).
2.2 Pengertian Sastra Bandingan
Menurut Basnett (1993:1), sastra
bandingan adalah studi teks lintas budaya, berciri antar disiplin dan berkaitan
dengan pola hubungan dalam kesusastraan lintas ruang dan waktu. Sesuai dengan
pendapat Basnett ini, kajian sastra bandingan setidak-tidaknya harus ada dua
objek sastra yang dibandingkan. Kedua objek karya sastra itu adalah karya
sastra dengan latar belakang budaya yang berbeda. Perbedaan latar belakang
budaya itu dengan sendirinya juga berbeda dalam ruang dan waktu.
Menurut Remak
(1990:1), sastra bandingan adalah kajian sastra di luar batas-batas sebuah
negara dan kajian hubungan di antara sastra dengan bidang ilmu serta
kepercayaan yang lain, seperti seni (misalnya seni lukis,seni ukir, seni bina,
dan seni musik), filsafat, sejarah, dan sains sosial (misalnya politik,
ekonomi, sosiologi), sains, agama, dan lain-lain. Ringkasnya, sastra bandingan
membandingkan sastra sebuah negara dengan sastra negara lain dan membandingkan
sastra dengan bidang lain sebagai keseluruhan ungkapan
2.3 Objek Kajian Sastra Bandingan
Objek kajian Sastra Bandingan menurut
Suripan Sadi Hutomo (1990: 9-11) adalah sebagai berikut:
1.
Membandingkan dua karya sastra
dari dua Negara yang bahasanya benar-benar berbeda
2.
Membandingkan dari dua Negara yang
berbeda dalam bahasa yang sama
3.
Membandingkan karya awal seorang
pengarang di Negara asalnya dengan karya setelah berpindah kewarganegaraannya
4.
Membandingkan karya seorang
pengarang yang telah menjadi warga suatu Negara tertentu dengan karya seorang
pengarang dari Negara lain
5.
Membandingkan karya seorang
pengarang Indonesia dalam bahasa daerah dan bahasa Indonesia
6.
Membandingkan dua karya sastra
dari dua orang pengarang berwarga Negara Indonesia yang menulis dalam bahasa
asing yang berbeda
Membandingkan karya
sastra seorang pengarang yang berwarga Negara asing di suatu Negara dengan
karya pengarang dari Negara yang ditinggalinya (kedua karya sastra ini ditulis
dalam bahasa yang sama)
2.4 Teori
struktural
Pendekatan struktural dapat pula disebut dengan pendekatan
intrinsik,yakni pendekatan yang berorientasi kepada karya sebagai jagad yang
mandiri terlepas dari dunia eksternal diluar teks.Analisis ditujukan kepada
teks itu sendiri sebagai kesatuan yang tersusundari bagian-bagian yang saling
berjalin dan analisis dilakukan berdasar pada parameter intrinsik sesuai dengan
keberadaan unsur-unsur internal (Siswantoro, 2005 :19).Jadi, analisis intrinsik
merupakan kegiatan membedah unsur pembangun dari dalam sastra itu.
Analisis
struktural karya sastra,yang dalam hal ini fiksi,dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi,mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur
intrinsik yang bersangkutan.Mula-mula identifikasi dan dideskripsikan,misalnya
bagaimana keadaan peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang,
amanat dan lain-lain.Setelah dicoba dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing
unsur itu dalam menunjang mkna keseluruhannya dan bagaimana hubungan antara
unsur itu sehingga secara bersama mengetuk sebuah totalitas kemaknaan yang pada
analisis struktural dapat berupa latihan yang mengakat relasi unsur-unsur dalam
mikroteks, satu keseluruhan cerita, dan relasi intertekstual(Tiar toko dan
rahmanto, 1986:136).
Analisis
struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail,
dan semendalam. Mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek
karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984 :
135). Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa analisis struktural
dilakukan melalui kegiatan memaparkan aspek-aspek sastra itu sendiri dengan
tujuan untuk menentukan makna karyaq sastra secara menyeluruh atau global.
a.
Adapun
unsur-unsur pembentuk(intrinsik)cerpen” Shonezaki Shinju” karya Cikamatsu
Monzaemon dan cerpen “Uda dan Dara” karya Usman Awang
adalah sebagai berikut:
1.
Tema
Tema adalah pokok
permasalahan sebuah cerita yang terus menerus dibicarakan sepanjang cerita,
tema terus meWarrenai cerita tersebut dari halaman pertama hingga halaman
terakhir. Tema dapat kita ketahui setelah membaca cerita secara keseluruhan
dengan kata lain tema atau titik tolak sebuah cerita biasanya merupakan sesuatu
yang tersirat bukan tersurat. Menurut MS Hutagalung tema diartikan dengan suatu
persoalan yang berhasil menduduki tempat utama dalam cerita. Menurut Sudjiman
tema merupakan gagasan yang mendasari karya sastra. Sedangkan menurut Staton
dan Kenny tema merupakan fakta yang dikandung oleh sebuah cerita, namun ada
banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita, maka masalahnya adalah
makna khusus mana yang ditanyakan sebagai tema. Sementara itu Fananine
mengatakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Tema bisa berupa persoalan moral, etika,
agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait dengan kehidupan, namun
tema bisa berupa pandangan pengarang, ide gagasan dan keinginan pengarang dalam
menyiasati persoalan yang muncul.
2.
Latar
Latar atau seting
adalah tempat dan waktu serta keadaan yang menimbulkan suatu peristiwa dalam
sebuah cerita. Sebuah certita harus jelas di mana berlangsungnya suatu
kejadian, latar merupakan elemen penting dalam sebuah cerita. Menurut Wellek
dan Warren latar adalah lingkungan dan lingkungan terutama interior rumah dapat
dianggap sebagai metonomia atau metafora, ekspresi dari tokohnya, rumah
seseorang adalah perluasan dari dirinya sendiri, kalau kita menggambarkan
rumahnya berarti kita menggambarkan tokohnya. Sedangkan Saad menegaskan latar
dapat pula menciptakan iklim atau suasana tertentu seperti iklim perang,
suasana aman tentram, suasana bahagia, susah mesra, lukisan tradisional. Hal
yang tidak dapat dilihat juga dapat dikatagorikan sebgai latar misalnya waktu,
iklim atau suasana dan periode sejarah,
bagian waktu sehari semalam. Hadson membagi latar menjadi dua macam yaitu latar
sosial dan latar fisik/material. Latar material (fisik) adalah lukisan latar
belakang alam atau lingkungan seperti bagaimana daerah. Sedangkan latar sosial
berupa tingkah laku atau tata krama, adat istiadat dan pandangan hidup,
penggambaran keadaan masyarakat, kolompok sosial dan sikap bahasa dan lain-lain
yang melatari peristiwa.
3.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh-tokoh yang
diceritakan dalam sebuah cerita fiksi sebagain besar adalah tokoh rekaan,
kendati berupa rekaan atau hayal imajinasi pengarang. Masalah penokohan
merupakan suatu bagaian penting dalam membangun sebuah cerita. Adapun
pengertian tokoh dan penokohan yaitu:
a.
Tokoh
Adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa dalam suatu cerita. Individu rekaan itu dapat
berupa manusia, binatang atau benda yang diinsankan. Berdasarkan fungsinya
tokoh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu (1) tokoh utama atau
tokoh sentral berupa tokoh protagonis (tokoh Baik) dan tokoh antagonis (tokoh
yang memiliki sifat buruk); (2) Tokoh bawahan seperti tokoh andalan (tokoh
kepercayaan protagonis dan tokoh tambahan); (3) tokoh latar atau tokoh yang
menjadi latar (Sudjiman, 1988:16-21).
b.
Penokohan
Istilah penokohan
sering disamakan dengan karakter yaitu lebih menekankan masalah watak. Penokohan
merupakan cara pengarang menampilkan pelaku melalui sifat dan tingkah laku.
Wellek dan Warren membedakan dua macam penokohan yaitu penokohan datar dan
penokohan bulat. Penokohan datar adalah jiwa, watak pelaku dilukiskan tetap
tidak berubah sejak awal hingga akhir cerita, sebaliknya dikatakan penokohan
bulat jika pelaku dikaitkan mengalami perubahan watak secara menonjol.
Memperkenalkan watak
tokoh dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1)
Lukisan bentuk lahir;
2)
Pelukisan jalan pikiran dan perasaan;
3)
Pelukisan reaksi tokoh yang lain; dan
4)
Pelukisan keadaan sekeliling
Saleh Saad
mengemukakan cara pemunculan tokoh dengan dua cara, yaitu:
1)
Teknik analitik
Dalam teknik analitik
pengarang langsung menguraikan prilaku tokohnya;
2)
Teknik Dramatik
Dalam teknik ini pengarang
menjelaskan tokoh menggunakan lukisan tempat, dialog, pengungkapan pikiran
pelaku lain terhadap pelaku utama.
4.
Alur (Plot)
Alur merupakan salah
satu unsur yang paling penting dalam membangun sebuah prosa fiksi. Dalam
pengertiannya secara umum plot atau alur diartikan sebagai keseluruhan
rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Luxemburg menyebut alur atau
plot adalah konsturksi yang dibuat pembaca mengenai deretan sebuah peristiwa
yang secara logis dan kronologis yang saling berkaitkan dan diakibatkan atau
dialami oleh para pelaku. Dalam alur terungkap apa yang dipikirkan dan
diucapkan oleh tokoh cerita, serta terungkap apa yang dilakukannya. Peistiwa
yang umumnya disajikan dalam cerita adalah peristiwa yang dialami oleh tokoh
ceita. Akan tetapi dalam cerita yang bernilai, peristiwa-peristiwa itu harus
mempunyai makna. Alur harus berisikan peristiwa yang berhubungan. Secara
sederhana plot itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1)
Tahap perkenalan
Pada tahap ini melukiskan
tempat dan waktu serta penampilan tokoh-tokohnya.
2)
Tahap pertikaian
Pada tahap ini perkenalan
mulai memuncak.
3)
Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaian merupakan
akhir jalan cerita.
Alur dapat dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:
1)
Alur maju, yaitu alur yang biasanya menceritakan bagian
kejadian secara kronologis;
2)
Alur sorot balik (flash back) atau alur mundur, yaitu alur
cerita dengan tolehan kembali ke masa lalu kemudian kembali ke awal cerita;
3)
Alur gabungan, yaitu merupakan gabungan dari alur maju dan
alur mundur.
Tasrif (Dalam Koesdiratin,
1965:86-88) membagi cerita menjadi lima bagian, yaitu:
1)
Situation (Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan);
2)
Generation Circumtances (Peristiwa yang bersangkut paut mulai
bergerak);
3)
Rinsingaction (Keadaan mulai memuncak);
4)
Klimaks (Peristiwa mulai mencapai puncak);
5)
Denouncemen (Pengarang mulai memberikan penyelesaian terhadap
persoalan semua peristiwa).
5.
Sudut Pandang
Sudut pandang yaitu
bagaiman cara seorang pengarang bercerita. Ada dua macam cara pengarang
bercerita, yaitu:
1.
Cara bercerita menggunakan sudut pandang orang pertama.
Pengarang memakai istilah “Aku” atau “Saya”. Dalam hal ini pengarang sendiri
menjadi tokoh dalam cerita. Pengarang sendiri tidak selalu menjadi tokoh utama
tetapi ia hanya memegang peranan kecil. Ia hanya bercerita tentang tokoh utama.
2.
Cara bercerita menggunakan sudut pandang orang ketiga. Disini
pengarang memakai istilah “Ia” atau “Dia”. Pengarang berdiri di luar pagar
seolah-olah ia dalang yang menceritakan pelaku-pelakunya.
6.
Gaya bahasa.
Persoalan gaya
bahasa merupakan persoalan yang penting. Gaya bahasa menunjukkan diri pengarang
dan sekaligus dapat membedakan pengarang yang satu dengan pengarang yang lain.
HB. Jassin mengatakan bahwa soal pilihan kata adalah soal gaya. Memilih dan
mempergunakan kata sesuai dengan isi yang mau disampaikan ialah soal gaya, juga
bagaimana menyusun kalimat secara efektif, secara estetis, yakni memberikan
kesan yang dikehendaki pada si penerima adalah soal gaya. Oleh sebab itu, soal
gaya meliputi gaya cerita dan cara mempergunakan bahasa. Konsekuensi hal
demikian adalah tiap-tiap pengarang memiliki ciri khas tersendiri,
kadang-kadang ada yang senang menggunakan kalimat-kalimat panjang dan juga ada
yang senang menggunakan kalimat-kalimat pendek. Persoalan itu ditentukan oleh
usia pengarang, perkembangan cerita dan tema cerita. Adapun gaya bahasa yang
digunakan yaitu:
1)
Gaya bahasa alegori, yaitu gaya bahasa yang menggunakan
persamaan berturut-turut berupa lukisan pendek.
2)
Gaya bahasa personifikasi, yaitu mengumpamakan benda mati
dapat berbuat seperti manusia.
3)
Gaya bahasa litotes, yaitu memakai kata-kata untuk
memperkecil arti atau memperhalus kata-kata untuk merendahkan diri.
4)
Gaya bahasa eufemisme, yaitu gaya bahasa untuk melembutkan
suatu ucapan untuk bersopan santun agar orang yang mendengarnya tidak marah.
5)
Gaya bahasa ironi, yaitu ucapan yang maksudnya sebaliknya
dari arti biasa.
7.
Amanat
Amanat adalah pesan, gagasan, pemikiran yang ingin di sampaikan oleh penulis lewat cerita
yang dibuatnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Tugas ini mengkaji tentang
karya sastra cerpen dan objek penelitian yang diteliti adalah struktur intrinsik
dan perbandingan dalam cerpen “Shonezaki Shinju” karya Cikamatsu Monzaemon dan
cerpen “Uda dan Dara” karya Usman Awang
.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini data dikumpulkan dengan teknik membaca dan mencatat.Hal ini
bertujuan untuk mendapatkan dokumen yang berisi data verbal. Metode mencatat
adalah pencatatan dari hasil prngamatan yaitu unsur-unsur pembangun dalam
cerpen.Dengan memperoleh data, seorang peneliti dapat mengetahui hal-hal yang
dapat membantu dalam proses penelitian. Adapun metode yang dipergunakan dalam
pengumpulan data ini adalah metode dokumentasi dan metode telaah.
3.2.1`Metode Dokumentasi
Metode
dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan, membaca dan mengkaji secara mendalam
sejumlah buku, majalah, hasil penelitian dan dokumen lainnya yang mempunyai
relevansi dengan penelitian.Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk
menentukan konsep-konsep dan teori yang selanjutnya dijadikan landasan dalam
menganalisis permasalahan.Disamping untuk memperoleh data sekunder yang
diinginkan sesuai permasalahan penelitian.
Suhartono
(1995:70) memberikan definisi studi dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data
yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitan.Dokumen yang diteliti
dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Sedangkan pendapat lain
menyatakan bahwa dokumen ialah setiap bahan tertulis maupun film yang sering
digunakan untuk keperluan penelitian,karena alasa-alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan (Riyanto, 1996 : 83).
Berdasarkan kedua pengertian diatas, maka yang dimaksud
penelitian dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa data tertulis
berbentuk cerpen yang berjudul “Shonezaki Shinju” karya Cikamatsu Monzaemon dan
cerpen “Uda dan Dara” karya Usman Awang
3.2.2
Metode Telaah
Selain
metode dokumentasi, metode pengumpulan data yang juga digunakan adalah metode
telaah,yakni suatu metode mengumpulkan data dengan jalan menelaah, mengkaji,
memperkaya, dan memperdalam serta memperluas pembahasan dengan jalan menggali
karya-karya lain yang berhubungan dengan karya yang akan diteliti (Mudini dan
Ririk Ratnasari, 2007 : 53 ).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka langkah
yang dilakukan dengan cara ini, yakni sebagai berikut:
a.Mencatat buku-buku yang berhubungan dengan
masalah penelitian.
b.Membaca cerpen “secara teliti dengan penuh
pemahaman agar mendapatkan hadil analisis yang sesuai.
c.Mencatat unsur-unsur cerpen yang akan
dianalisis sehingga arah penelitian tidak akan keluar dari jalur yang sudah
ditentukan.
3.2.3
Subjek dan Objek Data
Cerpen “Shonezaki Shinju” karya
Cikamatsu Monzaemon dan cerpen “Uda dan
Dara” karya Usman Awang subjek dalam
penelitian ini. Objek dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan
aspek intrinsik dan kritik sastra yang ada sehingga keseluruhan bagian dalam
cerpen ini dianggap mendukung data
penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sinopsis cerpen “Shonezaki Shinju” karya
Cikamatsu Monzaemon
Hubungan percintaan Tokubei dan
Ohatsu tidak sampai ke pelaminan, karena Tokubei yang menolak dikawinkan dengan
kemenakan pamannya, tidak dapat membayar biaya hidupnya selama tinggal bersama
pamannya, yang juga majikannya
Kisahnya dimulai dari perjumpaan Tokubei
dan Ohatsu di sebuah kuil. Tokubei bekerja sebagai karyawan kedai kecap milik
pamannya, sedangkan Ohatsu bekerja sebagai wanita penghibur di kedai Temaya.
Kedua insan itu menjalin hubungan cinta secara sembunyi-sembunyi.
Kegigihan dan kejujuran Tokubei
rupanya mengundang simpati pamannya. Muncullah rencana menjodohkan Tokubei
dengan wanita kemenakan istri pamannya. Untuk melaksanakan rencana itu,
pamannya sudah memberi uang sebanyak satu setengah juta yang diserahkan kepada
ibu tiri Tokubei. Karena cinta Tokubei sudah jatuh pada Ohatsu, ia menolak
rencana pamannya.
Penolakan ini tentu saja membuat
pamannya marah. Tokubei diusir dari Osaka. Ia juga harus mengganti uang yang
sudah diterima ibu tirinya, ditambah dengan uang selama ia tinggal bersama pamannya.
Dengan berbagai cara, Tokubei
berhasil mendapatkan uang sejumlah yang dituntut pamannya. Tetapi sebelum uang
itu diserahkan kepada pamannya, Kuheiji, sahabat Tokubei, meminjamnya dan akan
melunasinya sehari sebelum waktu yang ditetapkan pamannya. Pada hari yang
dijanjikan Kuheiji, Tokubei jumpa dengan sahabatnya itu. Tetapi Kuheiji malah
menuduh Tokubei hendak menipunya. Tokubei pun dianiaya Kuheiji dan
teman-temannya.
Menyadari bahwa Tokubei mustahil
dapat melunasi uang yang dituntut pamannya, ia menyampaikan masalahnya kepada
Ohatsu, kekasihnya. Ohatsu juga menyadari, perkawinannya (di dunia) dengan
Tokubei akan menghadapi kegagalan. Sepasang kekasih itu akhirnya bersepakat
untuk mengakhiri hidup mereka di dunia, agar mereka bisa melaksanakan pernikahannya
di akhirat.
Bersusah payah Tokubei dan Ohatsu
pergi ke hutan Sonezaki. Di sanalah keduanya mengakhiri hidupnya. Di dunia,
sepasang kekasih itu memang gagal melaksanakan perkawinannya, tetapi dengan
cara melakukan shinju, terbukan
jalan lempang untuk melaksanakan perkawinan mereka di akhirat.
4.2 Sinopsis cerpen“Uda dan Dara” karya Usman
Awang
”.Percintaan Uda
dan Dara akhirnya kandas lantaran perbedaan status sosial. Lamaran Uda yang
miskin, ditolak Ibu Dara, karena keadaan keluarga Uda yang miskin tidak
sebanding dengan keadaan keluarga Dara yang kaya.
Penolakan itu membuat Uda bertekad
pergi ke kota untuk mengubah taraf hidupnya. Tetapi, karena terlalu payah
bekerja keras, Uda jatuh sakit. Ia kembali ke desanya dalam keadaan sakit
parah. Kematian pun segera menjemputnya, tanpa sempat berjumpa dengan Dara
untuk yang terakhir kalinya.
Kematian Uda tentu saja membuat Dara, tidak hanya merasa sangat bersalah,
tetapi juga membuatnya kehilangan gairah hidup. Ia mengabaikan pertunangannya
dengan lelaki kaya, mengabaikan masa depannya. Dara pun sakit hingga maut
menjemputnya. Pesan terakhirnya, ia dimakamkan di samping kuburan Uda. Dua
makan berdampingan: “Uda dan Dara sebagai pelambang cinta kasih yang teguh dan
murni”
4.3 Identifikasi Titik Mirip
Titik kemiripan kedua cerpen ini yakni sama-sama
menceritakan kasih tak sampai.Dalam cerpen” Sonezaki Shinju"
penyebabnya didasari oleh “kepercayaan” sang paman atas kinerja dan pengabdian
kemenakannya. “Kepercayaan dan penghargaan” itu kemudian direpresentasikan melalui
keinginannya menjodohkan Tokubei dengan kemenanakan istrinya. Jika saja Tokubei
menuruti kehendak pamannya, maka selain ia memperoleh kepercayaan yang makin
besar dari pamannya itu, juga mendapatkan kedai sendiri untuk mengembangkan
usahanya. Jadi, usaha yang dilakukan paman Tokubei sesungguhnya merupakan
bentuk penghargaan dan sekaligus kepercayaan.Akan tetapi Tokubei tidak
mencintai wanita pilihan pamannya, karena dia sudah terlanjur jatuh cinta pada
wanita yang bernama Ohatsu.Akan tetapi Ohatsu juga menyadari, perkawinannya (di
dunia) dengan Tokubei akan menghadapi kegagalan. Sepasang kekasih itu akhirnya
bersepakat untuk mengakhiri hidup mereka di dunia, agar mereka bisa
melaksanakan pernikahannya di akhirat.Bersusah payah Tokubei dan Ohatsu pergi
ke hutan Sonezaki. Di sanalah keduanya mengakhiri hidupnya. Di dunia, sepasang
kekasih itu memang gagal melaksanakan perkawinannya, tetapi dengan cara
melakukan shinju, terbukan jalan lempang untuk melaksanakan perkawinan
mereka di akhirat.
`Dalam cerpen” Uda dan Dara”karya Usman Awang persoalan
yang mendasarinya adalah perbedaan status sosial. Keluarga Uda yang miskin, tak
layak bersanding dengan keluarga Dara yang kaya. Demikian juga, keyakinan Ibu
Dara yang menafikan keteguhan cinta telah membutakan mata hatinya. Perkawinan,
sebagaimana yang dijalaninya, cukup bermodalkan keikhlasan menerima, tanpa
perlu harus didasari perasaan cinta. Itulah yang dijalani Ibu Dara yang
ternyata juga berjalan baik-baik saja. Ia lupa, bahwa zaman telah berubah. Apa
yang dijalaninya dulu, belum tentu cocok diterapkan sekarang.
4.4 Perbandingan Tema berdasarkan Titik Mirip
Setelah diidentifikasi
aspek-aspek yang mendukung kesimpulan tema dari kedua cerpen tersebut, selanjutnya
akan diperbandingkan identifikasi untuk menunjukkan adanya kemiripan.
Makna
kematian yang terjadi pada diri Tokubei dan Ohatsu dalam cerpen “Bunuh diri
bersama atas nama cinta (shinju) sesungguhnya dilandasi oleh sikap
budaya dan sistem kepercayaan yang berlaku dalam masyarakat Jepang pada waktu
itu. Shinju ‘bunuh diri bersama’ bagi Tokubei dan Ohatsu adalah pilihan
yang tidak hanya untuk mempertahankan martabat dan harga dirinya, tetapi juga
representasi kepercayaannya pada dunia yang lain. Shinju merupakan
pilihan untuk mewujudkan perkawinan di dunia yang lain. Pandangan atas
kehidupan duniawi yang sementara (carte diem), kesetiaan sebagai sikap
yang akan mengantarkan seseorang mencapai nirwana, dan kematian sebagai pintu
masuk alam keabadian, menunjukkan sikap budaya dan sistem kepercayaan masyarakat
Jepang pada masa itu. Di sana ada pengaruh kuat doktrin Buddha Zen.
Bukankah apa yang dilakukan Tokubei dan Ohatsu tidak dapat dibenarkan jika
tindakan yang sama dilakukan Uda dan Dara dalam cerpen” Uda dan Dara”karya
Usman Awang. Kematian Uda dan Dara melalui proses sakit merupakan pilihan yang
paling dapat diterima berdasarkan sistem kepercayaan dan norma masyarakat yang
melahirkan dan berlaku dalam doktrin Islam dan dunia Melayu. Dengan begitu,
citra Uda dan Dara, tetap dalam posisi yang terhormat sebagai simbol cinta suci
dua anak manusia. Uda dan Dara adalah korban ketika cinta dipandang dari sudut
materi dan status sosial.
, praktik sastra bandingan pada akhirnya akan sampai pada muara persamaan
tentang sifat dasar manusia. Di mana pun, kapan pun, dengan latar belakang
kultur, ideologi atau agama apa pun, manusia tidak akan terlepas dari sifat
dasarnya sebagai manusia. Masalah kemanusiaan pada dasarnya berlaku universal,
dan itu telah diperlihatkan dalam tiga karya yang dibincangkan tadi. Dalam hal ini,
sastra bandingan akan menghasilkan persamaan ketika yang diangkat adalah
persoalan kemanusiaan.
4.5 Penafsiran Perbandingan
praktik sastra bandingan pada akhirnya akan
sampai pada muara persamaan tentang sifat dasar manusia. Di mana pun, kapan pun,
dengan latar belakang kultur, ideologi atau agama apa pun, manusia tidak akan
terlepas dari sifat dasarnya sebagai manusia. Masalah kemanusiaan pada dasarnya
berlaku universal, dan itu telah diperlihatkan dalam tiga karya yang
dibincangkan tadi. Dalam hal ini, sastra bandingan akan menghasilkan persamaan
ketika yang diangkat adalah persoalan kemanusiaan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut ini. kemiripan.
Kedua, cara pengarang menghadirkan
tokoh-tokoh dalam kedua karya tersebut memiliki kemiripan, khususnya pada aspek
fisiologis dan sosiologis tokoh. Ketiga,
tema yang membangun cerita kedua cerpen memiliki kemipan, yakni kasih tak
sampai yang dialami tokoh utama.
5.2
Saran
Penulis sarankan kepada
pembaca agar tidak hanya melihat dan membaca saja makalah yang penulis
susun.Tetapi lebih jauh dari itu yaitu menelaah kembali, supaya bisa terkoreksi
kesalahan dan kekurangan didalamnya karena bagaimanapun juga makalah ini tentu
sangat bermanfaat bagi pembaca, lebih-lebih penulis pribadi .
DAFTAR PUSTAKA
Novel karya Natsume Soseki ini aslinya berjudul Wagahai wa Neko de Aru.
Terbit pertama kali tahun 1905 di majalah Hototogisu (Cuckoo). Aiko Ito
dan Greeme Wilson kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris tahun 1972.
Mohd. Yusuf Hasan, Tikus Rahmat
hampir menyerupai novel Animal Farm? Berita
minggu, 12 Mei 1974. Lihat juga, Umar Junus, Ikhtisar dan
Analisa Novel-novel Melayu, (Kuala Lumpur, 1971), hlm. 60-68
Mahayana,
Maman S. 1990. “Kumpulan Makalah Seminar Sastra Perbandingan Fakalutas Sastra
UI”. Jakarta:FSUI
Mulder,
Niels. 1985. Pribadi dan Masyarakat di Jawa. Jakarta: Penerbit Sinar
Harapan
Wellek,
Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani
Budianta. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Comments
Post a Comment