kritik sastra pada cerpen "Kertas"
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Karya sastra merupakan cerminan budaya bangsa yang tidak
bisa lepas dari jiwa dan masyarakat pengarangnya serta tidak lepas pula dari
pengaruh social budaya tempatnya karya itu diciptakan, selain itu karya sasatra
merupakan salah satu cara pengungkapan gagasan, ide dan pikiran dengan gambaran
pengalaman. Sastra menyajikan hidup dan kehidupan sebagian besar tdrdiri dari
kenyataan sosial walaupun karya sastra ”meniru” alam dan subjektrif manusia. (Wellek,
1989: 109). Sastra merupakan karya imajinatif. Maksudnya, bahwa pengalaman atau
peristiwa yang dituangkan kedalam karya sastra, bukanlah pengalaman atau
peristiwa sesungguhnya, tetapi merupakan hasil rekaan imajinasi. Dengan kata
lain dunia sastra adalah dunia khayal, dunia yang terjadi karena khayalan.
Sastra hendaknya tidak hanya dikenal dari logika saja, teteapi juga dari segi
emosional dan estetika.
Menurut Kurniawan
(2005: 3). Estetika dalam karya sastra (novel) begitu penting keberadaannya
karena hakikat karya sastra merupakan karya imajinasi yang bermediakan bahasa
dan mempunyai nilai estetika yang dominan. Dalam hal ini, estetika dalam karya
sastra menjadi suatu elemen pentik yang eksistensinya berperan dalam menentukan
kiblat baiknya sebuah karya sastra. Estetika dalam karya sastra selalu berdiri
sejajar dengan etika. Dalam kesusastraan, etika dapat ditapsirkan sebagai nilai
moral, sedangkan etika sebagai nilai keindahan dalam karya sastra. Selanjutnya,
Elliot (dalam kurniawan 2005 : 4) menapsirkan bahwa keindahan karya sastra
sangat ditentukan oleh aspek kesastraannya atau estetikanya
Kritik sastra juga bagian dari ilmu sastra. Istilah lain
yang digunakan parapengkajisastra ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis
sastra, dan penelitian sastra. Untuk membuat suatu kritik yang baik, diperlukan
kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah,
menganalisis, mengulas karya sastra, penguasaan, dan pengalaman yang cukup
dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang
teori sastra.
Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yang mempelajari
perkembangan sastra dari waktu ke waktu. Di dalamnya dipelajari ciri-ciri karya
sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang mengisi arena sastra,
puncak-puncak karya sastra yang menghiasi dunia sastra, serta
peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra. Sebagaisuatu
kegiatan keilmuan sastra, seorang sejarawan sastra harus mendokumentasikakanya
sastra berdasarkan ciri, klasifikasi, gaya, gejala-gejala yang ada, pengaruh
yang melatarbelakanginya, karakteristik isi dan tematik.
Hubungan Teori Sastra dengan Kritik Sastra dan Sejarah
SastraPada hakikatnya, teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang
terdapat di dalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya,
struktur, pilihankata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh,
penokohan, alur, latar, danlainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra.
Di sisilain,kritik sastramerupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas,
memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan
kelemahan atau kekurangan karyasastra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah
penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra. Untuk memberikan
pertimbangan atas karya sastra kritikussastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa
dan konvensi sastra yang melingkup karya sastra.
Sejarah sastra
adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu
ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa.
Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh
dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan
terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada periode-periode
tertentu. Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori
sastra, sejarah sastra dan kritik sastra terjalin keterkaitan.
Cerpen sebagai salah satu produk karya sastra memiliki
peranan penting dalam membentuk manusia
yang memiliki semangat juang, kepribadian, berbudaya berwatak. Sebagai karya seni
yang memiliki dua unsur pokok yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dan
dengan menganalisis unrur-unsur tersebut kita dapat mengetahui nilai-nilai yang
terkandung di dalam karya sastra.Dan dengan menganalisis unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik tersebut dapat menyadarkan tentang kebudayaan sebagai hasil
cipta manusia ditengah-tengah kehidupn masyarakat yang mempunyai pengaruh
positif terhadap pembentukan sikap dan watak masyarakat.Sehingga untuk
dianalisis dan dikaji sehingga kita dapat menemukan unsur-unsur yang
teerkandung didalamnya.
Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas,penulis
tertarik untuk menganalisis unsur intrinsik dan kritik terhadap
cerpen’’Surat’’karya Putu Sugih Arta.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan masalah
dalam kajian ini yaitu:
-
Bagaimanakah unsur intrinsik dan kritik sastra dalam cerpen’’Surat’’
karya Putu Sugih Arta?
1.3 Tujuan kajian
Sesuai dengan masalah diatas, maka tujuan yang hendak
dicapaidalam kajian ini adalah :
-
mendeskripsikan unsur intrinsik dan kritik sastra dalam
cerpen”Surat” karya Putu Sugih Arta
1.4 Manfaat
kajian
a. Untuk menyelesaikan
tugas akhir mata kuliah kritk sastra.
b. Untuk menambah ilmu
pengetahuan tentang unsur instrinsik dan kritik sastra dalam cerpen “Surat”
karya Putu Sugih Arta.
c. Untuk memotivasi
pengarang menulis cerpen yang memiliki nilai kreativitas yang tinggi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian cerpen
Cerpen adalah
karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal
kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau
menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan (Kosasih dkk,
2004:431)
Nugroho Notosusanto
(dalam Tarigan, 1993:176) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita yang panjangnya
di sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi yang terpusat dan
lengkap pada dirinya sendiri. Untuk menentukan panjang cerpen memang sulit
untuk ukuran yang umum, cerpen selesai dibaca dalam waktu 10 sampai 20
menit. Jika cerpennya lebih panjang mungkin sampai 1½ atau 2 jam. Yang jelas
tidak ada cerpen yang panjang 100 halaman (Surana, 1987:58).
2.2 ciri-ciri cerpen
- alur lebih sederhana,
- tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang,
- latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkungan yang relatif terbatas,
4.
tema dan nilai-nilai kehidupan yang
disampaikan relatif sederhana.
2.3
fungsi sastra dalam hal ini cerpen
1.
Fungsi rekreatif, yaitu memberikan
rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat atau pembacanya.
- Fungsi didaktif, yaitu mengarahkan dan mendidik para penikmat atau pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
- Fungsi estetis, yaitu memberikan keindahan bagi para penikmat atau para pembacanya.
- Fungsi moralitas, yaitu fungsi yang mengandung nilai moral sehingga para penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi dirinaya.
- Fungsi relegiusitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya.
2.4
Teori struktural
Pendekatan struktural dapat
pula disebut dengan pendekatan intrinsik,yakni pendekatan yang berorientasi
kepada karya sebagai jagad yang mandiri terlepas dari dunia eksternal diluar
teks.Analisis ditujukan kepada teks itu sendiri sebagai kesatuan yang
tersusundari bagian-bagian yang saling berjalin dan analisis dilakukan berdasar
pada parameter intrinsik sesuai dengan keberadaan unsur-unsur internal
(Siswantoro, 2005 :19).Jadi, analisis intrinsik merupakan kegiatan membedah
unsur pembangun dari dalam sastra itu.
Analisis struktural karya sastra,yang dalam hal ini
fiksi,dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,mengkaji dan mendeskripsikan
fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang bersangkutan.Mula-mula
identifikasi dan dideskripsikan,misalnya bagaimana keadaan peristiwa, plot, tokoh
dan penokohan, latar, sudut pandang, amanat dan lain-lain.Setelah dicoba dijelaskan
bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang mkna keseluruhannya
dan bagaimana hubungan antara unsur itu sehingga secara bersama mengetuk sebuah
totalitas kemaknaan yang pada analisis struktural dapat berupa latihan yang
mengakat relasi unsur-unsur dalam mikroteks, satu keseluruhan cerita, dan relasi
intertekstual(Tiar toko dan rahmanto, 1986:136).
Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan
memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam. Mungkin keterkaitan
dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama
menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984 : 135). Berdasarkan pendapat
tersebut dapat diketahui bahwa analisis struktural dilakukan melalui kegiatan
memaparkan aspek-aspek sastra itu sendiri dengan tujuan untuk menentukan makna
karyaq sastra secara menyeluruh atau global.
Adapun
unsur-unsur pembentuk(intrinsik)cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta adalah
sebagai berikut:
1.
Tema
Tema adalah
pokok permasalahan sebuah cerita yang terus menerus dibicarakan sepanjang
cerita, tema terus meWarrenai cerita tersebut dari halaman pertama hingga
halaman terakhir. Tema dapat kita ketahui setelah membaca cerita secara
keseluruhan dengan kata lain tema atau titik tolak sebuah cerita biasanya
merupakan sesuatu yang tersirat bukan tersurat. Menurut MS Hutagalung tema
diartikan dengan suatu persoalan yang berhasil menduduki tempat utama dalam
cerita. Menurut Sudjiman tema merupakan gagasan yang mendasari karya sastra.
Sedangkan menurut Staton dan Kenny tema merupakan fakta yang dikandung oleh
sebuah cerita, namun ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh
cerita, maka masalahnya adalah makna khusus mana yang ditanyakan sebagai tema.
Sementara itu Fananine mengatakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan
hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Tema bisa berupa
persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait
dengan kehidupan, namun tema bisa berupa pandangan pengarang, ide gagasan dan
keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.
2.
Latar
Latar atau
seting adalah tempat dan waktu serta keadaan yang menimbulkan suatu peristiwa
dalam sebuah cerita. Sebuah certita harus jelas di mana berlangsungnya suatu
kejadian, latar merupakan elemen penting dalam sebuah cerita. Menurut Wellek
dan Warren latar adalah lingkungan dan lingkungan terutama interior rumah dapat
dianggap sebagai metonomia atau metafora, ekspresi dari tokohnya, rumah seseorang
adalah perluasan dari dirinya sendiri, kalau kita menggambarkan rumahnya
berarti kita menggambarkan tokohnya. Sedangkan Saad menegaskan latar dapat pula
menciptakan iklim atau suasana tertentu seperti iklim perang, suasana aman
tentram, suasana bahagia, susah mesra, lukisan tradisional. Hal yang tidak
dapat dilihat juga dapat dikatagorikan sebgai latar misalnya waktu, iklim
atau suasana dan periode sejarah, bagian
waktu sehari semalam. Hadson membagi latar menjadi dua macam yaitu latar sosial
dan latar fisik/material. Latar material (fisik) adalah lukisan latar belakang
alam atau lingkungan seperti bagaimana daerah. Sedangkan latar sosial berupa
tingkah laku atau tata krama, adat istiadat dan pandangan hidup, penggambaran
keadaan masyarakat, kolompok sosial dan sikap bahasa dan lain-lain yang
melatari peristiwa.
3.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh-tokoh
yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi sebagain besar adalah tokoh rekaan,
kendati berupa rekaan atau hayal imajinasi pengarang. Masalah penokohan
merupakan suatu bagaian penting dalam membangun sebuah cerita. Adapun
pengertian tokoh dan penokohan yaitu:
a.
Tokoh
Adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa dalam suatu cerita. Individu rekaan itu dapat
berupa manusia, binatang atau benda yang diinsankan. Berdasarkan fungsinya
tokoh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu (1) tokoh utama atau
tokoh sentral berupa tokoh protagonis (tokoh Baik) dan tokoh antagonis (tokoh
yang memiliki sifat buruk); (2) Tokoh bawahan seperti tokoh andalan (tokoh
kepercayaan protagonis dan tokoh tambahan); (3) tokoh latar atau tokoh yang
menjadi latar (Sudjiman, 1988:16-21).
b.
Penokohan
Istilah
penokohan sering disamakan dengan karakter yaitu lebih menekankan masalah
watak. Penokohan merupakan cara pengarang menampilkan pelaku melalui sifat dan
tingkah laku. Wellek dan Warren membedakan dua macam penokohan yaitu penokohan
datar dan penokohan bulat. Penokohan datar adalah jiwa, watak pelaku dilukiskan
tetap tidak berubah sejak awal hingga akhir cerita, sebaliknya dikatakan penokohan
bulat jika pelaku dikaitkan mengalami perubahan watak secara menonjol.
Memperkenalkan
watak tokoh dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1)
Lukisan bentuk lahir;
2)
Pelukisan jalan
pikiran dan perasaan;
3)
Pelukisan reaksi tokoh
yang lain; dan
4)
Pelukisan keadaan
sekeliling
Saleh Saad
mengemukakan cara pemunculan tokoh dengan dua cara, yaitu:
1)
Teknik analitik
Dalam teknik analitik
pengarang langsung menguraikan prilaku tokohnya;
2)
Teknik Dramatik
Dalam teknik ini
pengarang menjelaskan tokoh menggunakan lukisan tempat, dialog, pengungkapan
pikiran pelaku lain terhadap pelaku utama.
4.
Alur (Plot)
Alur merupakan
salah satu unsur yang paling penting dalam membangun sebuah prosa fiksi. Dalam
pengertiannya secara umum plot atau alur diartikan sebagai keseluruhan rangkaian
peristiwa yang terdapat dalam cerita. Luxemburg menyebut alur atau plot adalah
konsturksi yang dibuat pembaca mengenai deretan sebuah peristiwa yang secara
logis dan kronologis yang saling berkaitkan dan diakibatkan atau dialami oleh
para pelaku. Dalam alur terungkap apa yang dipikirkan dan diucapkan oleh tokoh
cerita, serta terungkap apa yang dilakukannya. Peistiwa yang umumnya disajikan
dalam cerita adalah peristiwa yang dialami oleh tokoh ceita. Akan tetapi dalam
cerita yang bernilai, peristiwa-peristiwa itu harus mempunyai makna. Alur harus
berisikan peristiwa yang berhubungan. Secara sederhana plot itu terdiri dari
tiga tahap, yaitu:
1)
Tahap perkenalan
Pada tahap ini
melukiskan tempat dan waktu serta penampilan tokoh-tokohnya.
2)
Tahap pertikaian
Pada tahap ini
perkenalan mulai memuncak.
3)
Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaian
merupakan akhir jalan cerita.
Alur dapat
dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1)
Alur maju, yaitu alur
yang biasanya menceritakan bagian kejadian secara kronologis;
2)
Alur sorot balik (flash
back) atau alur mundur, yaitu alur cerita dengan tolehan kembali ke masa lalu
kemudian kembali ke awal cerita;
3)
Alur gabungan, yaitu
merupakan gabungan dari alur maju dan alur mundur.
Tasrif (Dalam
Koesdiratin, 1965:86-88) membagi cerita menjadi lima bagian, yaitu:
1)
Situation (Pengarang
mulai melukiskan suatu keadaan);
2)
Generation
Circumtances (Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak);
3)
Rinsingaction (Keadaan
mulai memuncak);
4)
Klimaks (Peristiwa
mulai mencapai puncak);
5)
Denouncemen (Pengarang
mulai memberikan penyelesaian terhadap persoalan semua peristiwa).
5.
Sudut Pandang
Sudut pandang
yaitu bagaiman cara seorang pengarang bercerita. Ada dua macam cara pengarang
bercerita, yaitu:
1.
Cara bercerita
menggunakan sudut pandang orang pertama. Pengarang memakai istilah “Aku” atau
“Saya”. Dalam hal ini pengarang sendiri menjadi tokoh dalam cerita. Pengarang
sendiri tidak selalu menjadi tokoh utama tetapi ia hanya memegang peranan
kecil. Ia hanya bercerita tentang tokoh utama.
2.
Cara bercerita
menggunakan sudut pandang orang ketiga. Disini pengarang memakai istilah “Ia”
atau “Dia”. Pengarang berdiri di luar pagar seolah-olah ia dalang yang
menceritakan pelaku-pelakunya.
6.
Gaya bahasa.
Persoalan gaya
bahasa merupakan persoalan yang penting. Gaya bahasa menunjukkan diri pengarang
dan sekaligus dapat membedakan pengarang yang satu dengan pengarang yang lain.
HB. Jassin mengatakan bahwa soal pilihan kata adalah soal gaya. Memilih dan
mempergunakan kata sesuai dengan isi yang mau disampaikan ialah soal gaya, juga
bagaimana menyusun kalimat secara efektif, secara estetis, yakni memberikan
kesan yang dikehendaki pada si penerima adalah soal gaya. Oleh sebab itu, soal
gaya meliputi gaya cerita dan cara mempergunakan bahasa. Konsekuensi hal
demikian adalah tiap-tiap pengarang memiliki ciri khas tersendiri,
kadang-kadang ada yang senang menggunakan kalimat-kalimat panjang dan juga ada
yang senang menggunakan kalimat-kalimat pendek. Persoalan itu ditentukan oleh
usia pengarang, perkembangan cerita dan tema cerita. Adapun gaya bahasa yang
digunakan yaitu:
1)
Gaya bahasa alegori,
yaitu gaya bahasa yang menggunakan persamaan berturut-turut berupa lukisan
pendek.
2)
Gaya bahasa
personifikasi, yaitu mengumpamakan benda mati dapat berbuat seperti manusia.
3)
Gaya bahasa litotes,
yaitu memakai kata-kata untuk memperkecil arti atau memperhalus kata-kata untuk
merendahkan diri.
4)
Gaya bahasa eufemisme,
yaitu gaya bahasa untuk melembutkan suatu ucapan untuk bersopan santun agar
orang yang mendengarnya tidak marah.
5)
Gaya bahasa ironi,
yaitu ucapan yang maksudnya sebaliknya dari arti biasa.
7.
Amanat
Amanat adalah pesan, gagasan, pemikiran yang ingin di sampaikan oleh penulis lewat cerita
yang dibuatnya.
kusut ungkapan ini ditemukan dalam The America
Holfn Collage Dictionary. Menurut H.B. Jassin novel adalah suatu karangan prosa
yang bersifat cerita dan yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari
kehidupan orang-orang luar yang mengalahkan tujuan nasib pengarang. Sedangkan
menurut Virginia Holf novel adalah suatu
kroinim penghidupan merenungkan dan
melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh ikatan, hasil kehancuran atau
tercapainya gerak-gerak manusia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Objek Penelitian
Tugas ini mengkaji tentang
karya sastra cerpen dan objek penelitian yang diteliti adalah struktur
intrinsik dan nilai kritik sastra dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta.
3.2
Metode Pengumpulan
Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan teknik
membaca dan mencatat.Hal ini bertujuan untuk mendapatkan dokumen yang berisi
data verbal. Metode mencatat adalah pencatatan dari hasil prngamatan yaitu
unsur-unsur pembangun dalam cerpen.Dengan memperoleh data, seorang peneliti
dapat mengetahui hal-hal yang dapat membantu dalam proses penelitian. Adapun
metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode dokumentasi
dan metode telaah.
3.2.1`Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi
dilakukan dengan mengumpulkan, membaca dan mengkaji secara mendalam sejumlah
buku, majalah, hasil penelitian dan dokumen lainnya yang mempunyai relevansi
dengan penelitian.Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menentukan
konsep-konsep dan teori yang selanjutnya dijadikan landasan dalam menganalisis
permasalahan.Disamping untuk memperoleh data sekunder yang diinginkan sesuai
permasalahan penelitian.
Suhartono (1995:70) memberikan definisi studi dokumentasi
sebagai teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek
penelitan.Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya
dokumen resmi. Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa dokumen ialah setiap
bahan tertulis maupun film yang sering digunakan untuk keperluan
penelitian,karena alasa-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (Riyanto, 1996
: 83).
Berdasarkan kedua pengertian diatas, maka yang dimaksud
penelitian dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa data tertulis
berbentuk cerpen yang berjudul “Surat” karya Putu Sugih Arta.
3.2.2 Metode Telaah
Selain metode dokumentasi, metode pengumpulan data yang
juga digunakan adalah metode telaah,yakni suatu metode mengumpulkan data dengan
jalan menelaah, mengkaji, memperkaya, dan memperdalam serta memperluas pembahasan
dengan jalan menggali karya-karya lain yang berhubungan dengan karya yang akan
diteliti (Mudini dan Ririk Ratnasari, 2007 : 53 ). Sehubungan dengan hal
tersebut, maka langkah yang dilakukan dengan cara ini, yakni sebagai berikut:
a.Mencatat buku-buku yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
b.Membaca cerpen “Surat”
karya Putu Sugih Arta secara teliti dengan penuh pemahaman agar mendapatkan
hadil analisis yang sesuai.
c.Mencatat unsur-unsur
cerpen yang akan dianalisis sehingga arah penelitian tidak akan keluar dari
jalur yang sudah ditentukan.
3.2.3 Subjek dan Objek Data
Cerpen “Surat” karya
Putu Sugih Arta dijadikan subjek dalam penelitian ini. Objek dalam penelitian
ini adalah data yang berhubungan dengan aspek intrinsik dan kritik sastra yang
ada sehingga keseluruhan bagian dalam cerpen ini dianggap mendukung data penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Data
Adapun
data dalam penelitian ini adalah cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta dengan
identifikasi sebagai berikut:
a.Judul :
b.Pengarang :Putu
Sugih Arta
c.Tahun :
d.Cetakan :
e.Ukuran :
f.Ukuran :
g.Tebal halaman :
h.Cover depan :
4.2
Sinopsis cerpen “Surat” karya Putu Sugih
Arta
“Pasangan
suami-istri itu berlatar bangsawan.Kendati mereka keluarga keraton,jarak yang
memisahkan tempat tinggal mereka cukup
jauh. Selain itu, karena situasi penjajahan, maka para wanita bangsawan
dipinggit. Akhirnya, mereka tidak saling kenal, Hanya ayah mereka saja yang
mengetahui silsilah yang runut sampai lapisan tiga. Ternyata mereka masih
sedarah. Mengetahui kondisi itu, akhirnya keduanya bersahabat. Pertemuan
pertama kali saat mereka sekamar diasrama putra siswa HIS angkatan pertama.
Selepas HIS, ayah mereka membuat kesepakatan untuk mengikat keabadian melalui
kemasan mahligai pernikahan putra dan putrinya.
Munculnya
orang ketiga bernama Hadi, membuat
suasana runyam. Hadi bersahabat dengan si suami.Orangnya pendiam dan penurut.
Perbendaharaan katanya “ya” dan “tidak”. Keperibadiannya sangat tertutup.
Sehingga korps pejuang pembela kemerdekaan
memilihnya sebagai anggota divisi intelejen. Hadi juga krturunan
bangsawan dengan marga yang sama dengan si suami.
Pada
waktu perang melawan NICA di gnung Duren. Si suami menitipkan surat orang
tuanya pada Hadi, sama sekali belum dibacanya. Jangankan membaca isinya,
membuka amplopmya pun tidak.
“Aku
tak pernah membaca isinya. Ini amanat. Di.......... kala aku tewas dalam
penjegatan di Lembah Nangka. Tolong, kau sampaikan surat ini pada
tujuannya.......” pesan terakhirnya pada Hadi. Hadi pun mengangguk tanda
setuju.
Pertempuran
dahsyat pun terjadi. Seluruh pasukan pencegat pun terkurung di Lembah Nangka.
Tidak ada yang bisa lolos. Semua tewas, menggenaskan. Rupa-rupanya si suami
selamat, tertindih mayat kawannya. Ketika suasana dirasa telah aman. Ia pun
keluar dari persembunyiannya. Ia langsung menuju rumah sahabat ayahnya. Rumah
itu, tidak jauh dari letak Lembah Nangka yang dibatasi kelokan perbukitan.
Mengandalkan ketajaman instingnya ia temukan rumah sahabat ayahnya. Sampai
disana ia terasa disambar petir siang bolong. Hadi, sahabatnya, sedang bersiap-siap
melaksanakan akan nikah dengan putri sahabat ayahnya. Prosesinya, belum
dimulai. Karena orang tua Hadi belum datang. Kedatangan sahabatnya, disambut
Hadi dengan hangat. Ia pun merangkul sahabatnya erat.
“Selamat
Di, mudah-mudahan pernikahanmu ini dapat mewujudkan keluarga sakinah......’’
“Terimakasih
Mas. O,ya Mas Dirjo surat yang kamu titipi padaku tempo hari sudah aku
sampaikan pada beliau.....dan aku dipaksa kawin, “ katanya.
“Dipaksa
kawin?”
“Ya, mas dengan putrinya itu lo. Aku sempat nolak.
Beliau marah. Begini katanya,”kamu jadi anak harus nurut pada oarang tua jangan
berlagak, gitu.” Aku jadi bingung.”
“Bingung?
“Ya
to Mas. Aku kan belum kepingin kawin. Aku kepingin berkarir dulu. Republik ini,
belum sepenuhnya merdeka. Gaji prajurit belum menjadi jaminan. Kalau kawin aku
bisa keluar dari kesatuan. Mendadak gini kan aku jadi bingung. Aku pulang, lalu
cerita sama Pak De di Keraton Kesunanan. Beliau malah mendukung dengn alasan
pertalian kaluarga. Malah Pak De janji menjemput Bapak sama Ibuku. Mereka mau
hadir dalam pesta mantu ini. Aku tak bisa lagi menghindar.” Kata Hadi
mencurahkanperasaannya pada Dirjo. Ia sendiri kaget, tumben saja ia bisa lancar
berbicara disaat keadaan genting. Biasanya, ia hanya bisa diam saja.
Dirjo
tidak tahu topik permasalahan sebenarnya. Di hatinya, ribuan pertanyaan
menyerbunya. Pada saat bersamaan ayah dari pihak istri keluar dari kamarnya.
“Oh,
ini temanmu yang pejuang itu?”
“Ya
pak,” sambutnya naif” Sahabat saya ini, putra kebanggaan Maijen. Raden Mas Aryo
Setiawan yang suratnya saya berikan tempo hari, Pak.....”
“Apa?”
Tiba-tiba
saja langit berputar. Orang tua itu jatuh pingsan. Semua terkejut. Mereka
menggotongnya ramai-ramai keruang tengah. Setelah siuman, mereka dikumpulkan.
Tidak terkecuali, tamu undangan menyaksikan.
“Maaf
Pak penghulu, boleh saya bacakan surat wasiat kakang Raden Mas Aryo
Setiawan........”
Penghulu
mengangguk.Setengah berteriak, ia membacakan surat itu.
“Sahabatku,
Raden Mas Aryo Benang. Ini aku hadapkan putraku supaya kamu nikahkan dengan
putrimu. Aku percaya,sama kalian. Selesaikan secara tuntas. Dari sahabatmu :
Raden Mas Aryo Setiawan.”
Semua
hadirin terhenyak, surat singkat itu menimbulkan pertanyaan di hati mereka.
Orang tua Dirjo sudah mempercayakan sepenuhnya pada keluarga besarnya untuk
prosesi akad nikah sampai selesai. Berarti orang tua lelaki tidak bisa datang.
Namun yang jadi teka-teki kenapa pihak suami berkeras datang, dan minta untuk
menunggu acara digelar sampai mereka datang?. Lama mereka bengong. Setiap
kepala yang hadir disana memutar otak. Saling toleh. Kemudian tertawa
terpingkal-pingkal. Mereka paham. Putra Raden Mas Aryo Setiawan itu, tidak lain
pejuang yang baru datang. Yang disangka tewas. Ternyata selamat. Dan, datang
tepat saat detik-detik akad nikah akan dimulai.
4.3
Unsur Intrinsik Cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta sebagai berikut: 4.3.1 Tema
Tema dapat kita ketahui setelah membaca cerita secara keseluruhan dengan kata
lain tema atau titik tolak sebuah cerita biasanya merupakan sesuatu yang
tersirat bukan tersurat.Penulis menyimpulkan bahwa tema yang terdapat dalam
cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta adalah tema perjuangan melawan penjajah
untuk mempertahankan kemerdekaan rakyat.Tema ini tercermin dari tokoh Dirjo.
Perjuangan yang ditampakan Dirjo dapat dilihat dalam kutipan cerita dibawah
ini:
Kutipan 1 :
“Pada waktu perang melawn NICA di gunung
Duren. Si suami (Hadi) menitipkan surat orang tuanya pada Hadi”. Di.........
kala aku tewas dalam pencegatan di Lembah Nangka. Tolong, kau sampaikan surat
ini pada tujuannya.........”
Kutipan 2 :
“Pertempuran
dahsyat pun terjadi. Seluruh pasukan pencegat pun terkurung di Lembah Nangka.
Tidak ada yang bisa lolos. Semua tewas, menggenaskan. Ruopa-rupanya si suami
selamat, tertindih mayat kawannya”
4.3.2 Latar / Setting
Latar atau seting adalah tempat dan
waktu serta keadaan yang menimbulkan suatu peristiwa dalam sebuah cerita. Sebuah
certita harus jelas di mana berlangsungnya suatu kejadian, latar merupakan
elemen penting dalam sebuah cerita.
Dalam cerpen “Surat” karya Putu
Sugih Arta dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.Latar tempat
yaitu tempat terjadinya peristiwa dalam cerita.
Dalam cerpen “Surat” karya Putu
Sugih Arta tempat terjadinya peristiwa yang mendominasi adalah daerah tempat
terjadinya peperangan. Sebagai mana kutipan cerita dibawah ini :
“Pada
waktu perang melawan NICA di gunung Duren. Si suami menitipkan surat orang
tuanya pada Hadi”
“Pertempuran
dahsyatpun terjadi. Seluruh pasukan pencegatpun terkurung di Lembah Nangka”
b.Latar suasana
Latar suasana adalah latar yang
menggambarkan keadaan batin atau suasana jiwa pada tokoh. Dlam cerpen “Surat”
karya Putu Sugih Arta mengalami suasana hati yang bragam. Ada cinta, bahagia,
sedih dan sebagainya.
Kutipan 1 :
Sebagaimana
kutipan berikut :
“Dipaksa
kawin?”
“Ya, Mas
dengan putrinya itu lo. Aku sempat nolak. Beliau marah. Begini katanya, ‘kamu
sebagai anak harus nurut pada orang tua jangan berlagak gitu, ‘ Aku jadi
bingung.
“Bingung?”
“Ya to Mas.
Aku kan belum kepingin kawin. Aku kepingin berkarir dulu. Republik ini, belum
sepenuhnya merdeka. Gaji prajurit belum menjadi jaminan. Kalau kawin aku bisa
keluar dari kesatuan. Mendadak gini kan
aku jadi bingung”.
Kutipan 2 :
“Semua hadirin
terhenyak, surat singkat bitu menimbulkan pertanyaan dihati mereka. Orang tua
Dirjo sudah mempercayakansepenuhnya pada keluarga besarnya untuk prosesi akad
nikah sampai selesai. Berarti orang tua lelaki tidak bisa datang. Namun yang
jadi teka-teki keluarga pihak suami bersikeras datang, dan meminta untuk
menunggu acara digelar sampai mereka datang? . Lama mereka bengong. Setiap
kepala yang hadir disana, memutar otak. Saling toleh. Kemudian semua tertawa
terpingkal-pingkal. Mereka paham. PutraRadenMas Aryo Setiawan itu, tidak lain
pejuang yang baru datang. Yang disangka tewas. Ternyata selamt. Dan, datng
tepat saat detik-detik akad nikah akan dimulai”.
4.3.3
Tokoh dan penokohan
Tokoh-tokoh yang
diceritakan dalam sebuah cerita fiksi sebagain besar adalah tokoh rekaan,
kendati berupa rekaan atau hayal imajinasi pengarang. Masalah penokohan
merupakan suatu bagaian penting dalam membangun sebuah cerita.
Dilihat dari besar kecilnya peran
tokoh dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta. Maka tokoh sentral cerpen ini
adalah Dirjo, Hadi, Raden Mas Aryo Setiawan, Raden Mas Aryo Benang. Sebagaimana
kutipan berikut:
Kutipan 1 :
“Munculnya orang ketiga
bernama Hadi, membuat suasana runyam. Hadi bersahabat dengan si
suami.Orangnya pendiam dan penurut. Perbendaharaan katanya “ya” dan “tidak”.
Keperibadiannya sangat tertutup. Sehingga korps pejuang pembela
kemerdekaan memilihnya sebagai anggota
divisi intelejen. Hadi juga krturunan bangsawan dengan marga yang sama dengan
si suami.”
Kutipan
2 :
“Dirjo
tidak tahu topik permasalahan sebenarnya. Di hatinya, ribuan pertanyaan
menyerbunya. Pada saat bersamaan ayah dari pihak istri keluar dari kamarnya.”
Kutipan
3 :
“Sahabatku,
Raden Mas Aryo Benang. Ini aku hadapkan putraku supaya kamu nikahkan dengan
putrimu. Aku percaya,sama kalian. Selesaikan secara tuntas. Dari sahabatmu :
Raden Mas Aryo Setiawan.”
4.3.4
Alur (plot)
Alur merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam
membangun sebuah prosa fiksi. Dalam pengertiannya secara umum plot atau alur
diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita.
Jenis alur dalam cerpen “Surat”
karya Putu Sugih Arta ini dijelaskan mulai dari akhir cerita kemudian awal
cerita (alur mundur). Sebagaimana kutipan berikut:
“Dulu,
saat-saat kemerdekaan negeri ini baru seumur jagung. Para pemuda dengan
gigihnya mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasian oleh sepasang
putra bangsa Soekarno dan Hatta. Didaerah-daerah sporadik, sebagian pemuda
memakai cara konvensional. Mengandalkan otot. Mengandalkan taktik grilia
menggunakan sarana bambu runcing mengusir penjajahyang ingin menguasai republik
ini”
Kemudian
pengarang menceritakan kejadian paa masa sekarang seperti kutipan dibawah ini :
“Semua hadirin terhenyak, surat singkat itu menimbulkan
pertanyaan di hati mereka. Orang tua Dirjo sudah mempercayakan sepenuhnya pada
keluarga besarnya untuk prosesi akad nikah sampai selesai. Berarti orang tua
lelaki tidak bisa datang. Namun yang jadi teka-teki kenapa pihak suami berkeras
datang, dan minta untuk menunggu acara digelar sampai mereka datang?. Lama
mereka bengong. Setiap kepala yang hadir disana memutar otak. Saling toleh.
Kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Mereka paham. Putra Raden Mas Aryo
Setiawan itu, tidak lain pejuang yang baru datang. Yang disangka tewas.
Ternyata selamat. Dan, datang tepat saat detik-detik akad nikah akan dimulai”.
4.3.5 Sudut pandang
Berbicara tentang sudut
pandang berarti berbicara tentang cara pengarang menempatkan diri dalam cerita.
Dalam
cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta ini pengarang menggunakan teknis bercerita
akuan dan orang ketiga sebagaimana kutipan cerita dibawah ini:
Kutipan
1 :
“Pada waktu perang melawan NICA di gnung
Duren. Si suami menitipkan surat orang tuanya pada Hadi, sama sekali belum
dibacanya. Jangankan membaca isinya, membuka amplopmya pun tidak”
Kutipan 2 :
“Aku tak pernah membaca isinya. Ini
amanat. Di.......... kala aku tewas dalam penjegatan di Lembah Nangka. Tolong,
kau sampaikan surat ini pada tujuannya.......” pesan terakhirnya pada Hadi.
Hadi pun mengangguk tanda setuju”
Kutipan
3 :
“Ya to Mas. Aku kan belum kepingin kawin.
Aku kepingin berkarir dulu. Republik ini, belum sepenuhnya merdeka. Gaji
prajurit belum menjadi jaminan. Kalau kawin aku bisa keluar dari kesatuan.
Mendadak gini kan aku jadi bingung. Aku pulang, lalu cerita sama Pak De di
Keraton Kesunanan. Beliau malah mendukung dengn alasan pertalian kaluarga.
Malah Pak De janji menjemput Bapak sama Ibuku. Mereka mau hadir dalam pesta
mantu ini. Aku tak bisa lagi menghindar.”
4.3.6.Gaya
Bahasa
Persoalan gaya bahasa merupakan persoalan yang penting. Gaya
bahasa menunjukkan diri pengarang dan sekaligus dapat membedakan pengarang yang
satu dengan pengarang yang lain.
Gaya bahasa yang digunakan dalam
cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta sebagai berikut :
a.Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi, yaitu
mengumpamakan benda mati dapat berbuat seperti manusia.Sebagaimana kutipan
berikut :
“Siluet
mengambang pada garis awan. Langit sebelah timurmermbat gelap. Serumpun bunga
sedap malam menebar harumnya. Wangi melanglang, terbawa arah angin meniup,
mengunjungi pintu-pintu dan jenela rumah. Hinggap sebentar, lantas sirna,
terbang lagi mencari celah ruang yang kosong”
4.3.7
Amanat
Amanat
adalah pesan, gagasan, pemikiran yang
ingin di sampaikan oleh penulis lewat cerita yang dibuatnya.
Pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih
Arta ini adalah kita sebagi manusia yang memiliki kekuatan baik jiwa, pikiran
dan raga harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai suatu cita-cita.
Berjuanglah sekuat tenaga walupun sampai titik darah penghabisan untuk
mempertahankan kemerdekaan bangsa kita sebagaimana yang telah dilakukan oleh
para pejuang-pejuang bangsa terdahulu.
BAB V
PENUTUP
5.1
Smpulan
Dari
berbagai macam uraian diatas dan pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa
unsur intrinsik yang terkandung dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta
adlah sebagai berikut:
Sastra
merupakan bagian dari kebudayaan yang lahir dan berkembang ditengah-tengah
kelompok masyarakat yang dititik beratkan pada bidang kebahasaan baik lisan
maupun tulisan yang dikembangkan menjadi sebuah karya yang mengandung
nilai-nilai tertentu.
Unsur
intrinsik cerpen “Surat” karya Putu Sugih
Arta adalah Tema perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan tokoh
Dirjo, Hadi, Raden Mas Aryo Setiawn. Raden Mas Aryo Benang. Dengan menggunakan
alur mundur dan sudut pandang akuan dan orang ketiga.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin, 2011. Pengantar Karya Sastra. Bandung :
Sinar Baru Algensindo.
Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Bahasa dan Sastra.
Surakarta : Yuma Pustaka.
Damin Sudarwan. 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung :
Pustaka Setia.
Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi.
Jakarta :Yayasan Abor Indonesia.
Comments
Post a Comment