kritik sastra pada cerpen "Kertas"



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Karya sastra merupakan cerminan budaya bangsa yang tidak bisa lepas dari jiwa dan masyarakat pengarangnya serta tidak lepas pula dari pengaruh social budaya tempatnya karya itu diciptakan, selain itu karya sasatra merupakan salah satu cara pengungkapan gagasan, ide dan pikiran dengan gambaran pengalaman. Sastra menyajikan hidup dan kehidupan sebagian besar tdrdiri dari kenyataan sosial walaupun karya sastra ”meniru” alam dan subjektrif manusia. (Wellek, 1989: 109). Sastra merupakan karya imajinatif. Maksudnya, bahwa pengalaman atau peristiwa yang dituangkan kedalam karya sastra, bukanlah pengalaman atau peristiwa sesungguhnya, tetapi merupakan hasil rekaan imajinasi. Dengan kata lain dunia sastra adalah dunia khayal, dunia yang terjadi karena khayalan. Sastra hendaknya tidak hanya dikenal dari logika saja, teteapi juga dari segi emosional dan estetika.
 Menurut Kurniawan (2005: 3). Estetika dalam karya sastra (novel) begitu penting keberadaannya karena hakikat karya sastra merupakan karya imajinasi yang bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika yang dominan. Dalam hal ini, estetika dalam karya sastra menjadi suatu elemen pentik yang eksistensinya berperan dalam menentukan kiblat baiknya sebuah karya sastra. Estetika dalam karya sastra selalu berdiri sejajar dengan etika. Dalam kesusastraan, etika dapat ditapsirkan sebagai nilai moral, sedangkan etika sebagai nilai keindahan dalam karya sastra. Selanjutnya, Elliot (dalam kurniawan 2005 : 4) menapsirkan bahwa keindahan karya sastra sangat ditentukan oleh aspek kesastraannya atau estetikanya
Kritik sastra juga bagian dari ilmu sastra. Istilah lain yang digunakan parapengkajisastra ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian sastra. Untuk membuat suatu kritik yang baik, diperlukan kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra, penguasaan, dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang teori sastra.
Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu. Di dalamnya dipelajari ciri-ciri karya sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang mengisi arena sastra, puncak-puncak karya sastra yang menghiasi dunia sastra, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra. Sebagaisuatu kegiatan keilmuan sastra, seorang sejarawan sastra harus mendokumentasikakanya sastra berdasarkan ciri, klasifikasi, gaya, gejala-gejala yang ada, pengaruh yang melatarbelakanginya, karakteristik isi dan tematik.
Hubungan Teori Sastra dengan Kritik Sastra dan Sejarah SastraPada hakikatnya, teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihankata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, danlainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra. Di sisilain,kritik sastramerupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karyasastra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra. Untuk memberikan pertimbangan atas karya sastra kritikussastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi sastra yang melingkup karya sastra.
 Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa. Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada periode-periode tertentu. Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra terjalin keterkaitan.
            Cerpen sebagai salah satu produk karya sastra memiliki peranan penting  dalam membentuk manusia yang memiliki semangat juang, kepribadian, berbudaya berwatak. Sebagai karya seni yang memiliki dua unsur pokok yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dan dengan menganalisis unrur-unsur tersebut kita dapat mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra.Dan dengan menganalisis unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik tersebut dapat menyadarkan tentang kebudayaan sebagai hasil cipta manusia ditengah-tengah kehidupn masyarakat yang mempunyai pengaruh positif terhadap pembentukan sikap dan watak masyarakat.Sehingga untuk dianalisis dan dikaji sehingga kita dapat menemukan unsur-unsur yang teerkandung didalamnya.
            Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas,penulis tertarik untuk menganalisis unsur intrinsik dan kritik terhadap cerpen’’Surat’’karya Putu Sugih Arta.
1.2 Rumusan Masalah
            Dari latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan masalah dalam kajian ini yaitu:
-          Bagaimanakah unsur intrinsik dan kritik sastra dalam cerpen’’Surat’’ karya Putu Sugih Arta?
1.3 Tujuan kajian
            Sesuai dengan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapaidalam kajian ini adalah :
-          mendeskripsikan unsur intrinsik dan kritik sastra dalam cerpen”Surat” karya Putu Sugih Arta
 1.4 Manfaat kajian              
a.       Untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah kritk sastra.
b.      Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang unsur instrinsik dan kritik sastra dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta.
c.       Untuk memotivasi pengarang menulis cerpen yang memiliki nilai kreativitas yang tinggi.



BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian cerpen
Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan (Kosasih dkk, 2004:431)
Nugroho Notosusanto (dalam Tarigan, 1993:176) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita yang panjangnya di sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Untuk menentukan panjang cerpen memang sulit untuk ukuran yang umum,  cerpen selesai dibaca dalam waktu 10 sampai 20 menit. Jika cerpennya lebih panjang mungkin sampai 1½ atau 2 jam. Yang jelas tidak ada cerpen yang panjang 100 halaman (Surana, 1987:58).
 2.2  ciri-ciri cerpen
  1. alur lebih sederhana, 
  2. tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang, 
  3. latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkungan yang relatif terbatas, 
4.      tema dan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan relatif sederhana.
2.3 fungsi sastra dalam hal ini cerpen
1.      Fungsi rekreatif, yaitu memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat atau pembacanya.
  1. Fungsi didaktif, yaitu mengarahkan dan mendidik para penikmat atau pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
  2. Fungsi estetis, yaitu memberikan keindahan bagi para penikmat atau para pembacanya.
  3. Fungsi moralitas, yaitu fungsi yang mengandung nilai moral sehingga para penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi dirinaya.
  4. Fungsi relegiusitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya.
2.4 Teori struktural
            Pendekatan struktural dapat pula disebut dengan pendekatan intrinsik,yakni pendekatan yang berorientasi kepada karya sebagai jagad yang mandiri terlepas dari dunia eksternal diluar teks.Analisis ditujukan kepada teks itu sendiri sebagai kesatuan yang tersusundari bagian-bagian yang saling berjalin dan analisis dilakukan berdasar pada parameter intrinsik sesuai dengan keberadaan unsur-unsur internal (Siswantoro, 2005 :19).Jadi, analisis intrinsik merupakan kegiatan membedah unsur pembangun dari dalam sastra itu.
            Analisis struktural karya sastra,yang dalam hal ini fiksi,dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang bersangkutan.Mula-mula identifikasi dan dideskripsikan,misalnya bagaimana keadaan peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, amanat dan lain-lain.Setelah dicoba dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur itu dalam menunjang mkna keseluruhannya dan bagaimana hubungan antara unsur itu sehingga secara bersama mengetuk sebuah totalitas kemaknaan yang pada analisis struktural dapat berupa latihan yang mengakat relasi unsur-unsur dalam mikroteks, satu keseluruhan cerita, dan relasi intertekstual(Tiar toko dan rahmanto, 1986:136).
            Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam. Mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984 : 135). Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa analisis struktural dilakukan melalui kegiatan memaparkan aspek-aspek sastra itu sendiri dengan tujuan untuk menentukan makna karyaq sastra secara menyeluruh atau global. 
            Adapun unsur-unsur pembentuk(intrinsik)cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta adalah sebagai berikut:
1.        Tema
Tema adalah pokok permasalahan sebuah cerita yang terus menerus dibicarakan sepanjang cerita, tema terus meWarrenai cerita tersebut dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Tema dapat kita ketahui setelah membaca cerita secara keseluruhan dengan kata lain tema atau titik tolak sebuah cerita biasanya merupakan sesuatu yang tersirat bukan tersurat. Menurut MS Hutagalung tema diartikan dengan suatu persoalan yang berhasil menduduki tempat utama dalam cerita. Menurut Sudjiman tema merupakan gagasan yang mendasari karya sastra. Sedangkan menurut Staton dan Kenny tema merupakan fakta yang dikandung oleh sebuah cerita, namun ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita, maka masalahnya adalah makna khusus mana yang ditanyakan sebagai tema. Sementara itu Fananine mengatakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait dengan kehidupan, namun tema bisa berupa pandangan pengarang, ide gagasan dan keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.
2.        Latar
Latar atau seting adalah tempat dan waktu serta keadaan yang menimbulkan suatu peristiwa dalam sebuah cerita. Sebuah certita harus jelas di mana berlangsungnya suatu kejadian, latar merupakan elemen penting dalam sebuah cerita. Menurut Wellek dan Warren latar adalah lingkungan dan lingkungan terutama interior rumah dapat dianggap sebagai metonomia atau metafora, ekspresi dari tokohnya, rumah seseorang adalah perluasan dari dirinya sendiri, kalau kita menggambarkan rumahnya berarti kita menggambarkan tokohnya. Sedangkan Saad menegaskan latar dapat pula menciptakan iklim atau suasana tertentu seperti iklim perang, suasana aman tentram, suasana bahagia, susah mesra, lukisan tradisional. Hal yang tidak dapat dilihat juga dapat dikatagorikan sebgai latar misalnya waktu, iklim atau  suasana dan periode sejarah, bagian waktu sehari semalam. Hadson membagi latar menjadi dua macam yaitu latar sosial dan latar fisik/material. Latar material (fisik) adalah lukisan latar belakang alam atau lingkungan seperti bagaimana daerah. Sedangkan latar sosial berupa tingkah laku atau tata krama, adat istiadat dan pandangan hidup, penggambaran keadaan masyarakat, kolompok sosial dan sikap bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa.
3.        Tokoh dan Penokohan
Tokoh-tokoh yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi sebagain besar adalah tokoh rekaan, kendati berupa rekaan atau hayal imajinasi pengarang. Masalah penokohan merupakan suatu bagaian penting dalam membangun sebuah cerita. Adapun pengertian tokoh dan penokohan yaitu:
a.         Tokoh
Adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam suatu cerita. Individu rekaan itu dapat berupa manusia, binatang atau benda yang diinsankan. Berdasarkan fungsinya tokoh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam yaitu (1) tokoh utama atau tokoh sentral berupa tokoh protagonis (tokoh Baik) dan tokoh antagonis (tokoh yang memiliki sifat buruk); (2) Tokoh bawahan seperti tokoh andalan (tokoh kepercayaan protagonis dan tokoh tambahan); (3) tokoh latar atau tokoh yang menjadi latar (Sudjiman, 1988:16-21).
b.         Penokohan
Istilah penokohan sering disamakan dengan karakter yaitu lebih menekankan masalah watak. Penokohan merupakan cara pengarang menampilkan pelaku melalui sifat dan tingkah laku. Wellek dan Warren membedakan dua macam penokohan yaitu penokohan datar dan penokohan bulat. Penokohan datar adalah jiwa, watak pelaku dilukiskan tetap tidak berubah sejak awal hingga akhir cerita, sebaliknya dikatakan penokohan bulat jika pelaku dikaitkan mengalami perubahan watak secara menonjol.
Memperkenalkan watak tokoh dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1)      Lukisan bentuk lahir;
2)      Pelukisan jalan pikiran dan perasaan;
3)      Pelukisan reaksi tokoh yang lain; dan
4)      Pelukisan keadaan sekeliling
Saleh Saad mengemukakan cara pemunculan tokoh dengan dua cara, yaitu:
1)      Teknik analitik
Dalam teknik analitik pengarang langsung menguraikan prilaku tokohnya;
2)      Teknik Dramatik
Dalam teknik ini pengarang menjelaskan tokoh menggunakan lukisan tempat, dialog, pengungkapan pikiran pelaku lain terhadap pelaku utama.
4.        Alur (Plot)
Alur merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam membangun sebuah prosa fiksi. Dalam pengertiannya secara umum plot atau alur diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Luxemburg menyebut alur atau plot adalah konsturksi yang dibuat pembaca mengenai deretan sebuah peristiwa yang secara logis dan kronologis yang saling berkaitkan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku. Dalam alur terungkap apa yang dipikirkan dan diucapkan oleh tokoh cerita, serta terungkap apa yang dilakukannya. Peistiwa yang umumnya disajikan dalam cerita adalah peristiwa yang dialami oleh tokoh ceita. Akan tetapi dalam cerita yang bernilai, peristiwa-peristiwa itu harus mempunyai makna. Alur harus berisikan peristiwa yang berhubungan. Secara sederhana plot itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1)      Tahap perkenalan
Pada tahap ini melukiskan tempat dan waktu serta penampilan tokoh-tokohnya.
2)      Tahap pertikaian
Pada tahap ini perkenalan mulai memuncak.
3)      Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaian merupakan akhir jalan cerita.
Alur dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1)        Alur maju, yaitu alur yang biasanya menceritakan bagian kejadian secara kronologis;
2)        Alur sorot balik (flash back) atau alur mundur, yaitu alur cerita dengan tolehan kembali ke masa lalu kemudian kembali ke awal cerita;
3)        Alur gabungan, yaitu merupakan gabungan dari alur maju dan alur mundur.
Tasrif (Dalam Koesdiratin, 1965:86-88) membagi cerita menjadi lima bagian, yaitu:
1)        Situation (Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan);
2)        Generation Circumtances (Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak);
3)        Rinsingaction (Keadaan mulai memuncak);
4)        Klimaks (Peristiwa mulai mencapai puncak);
5)        Denouncemen (Pengarang mulai memberikan penyelesaian terhadap persoalan semua peristiwa).
5.        Sudut Pandang
Sudut pandang yaitu bagaiman cara seorang pengarang bercerita. Ada dua macam cara pengarang bercerita, yaitu:
1.      Cara bercerita menggunakan sudut pandang orang pertama. Pengarang memakai istilah “Aku” atau “Saya”. Dalam hal ini pengarang sendiri menjadi tokoh dalam cerita. Pengarang sendiri tidak selalu menjadi tokoh utama tetapi ia hanya memegang peranan kecil. Ia hanya bercerita tentang tokoh utama.
2.      Cara bercerita menggunakan sudut pandang orang ketiga. Disini pengarang memakai istilah “Ia” atau “Dia”. Pengarang berdiri di luar pagar seolah-olah ia dalang yang menceritakan pelaku-pelakunya.
6.        Gaya bahasa.
Persoalan gaya bahasa merupakan persoalan yang penting. Gaya bahasa menunjukkan diri pengarang dan sekaligus dapat membedakan pengarang yang satu dengan pengarang yang lain. HB. Jassin mengatakan bahwa soal pilihan kata adalah soal gaya. Memilih dan mempergunakan kata sesuai dengan isi yang mau disampaikan ialah soal gaya, juga bagaimana menyusun kalimat secara efektif, secara estetis, yakni memberikan kesan yang dikehendaki pada si penerima adalah soal gaya. Oleh sebab itu, soal gaya meliputi gaya cerita dan cara mempergunakan bahasa. Konsekuensi hal demikian adalah tiap-tiap pengarang memiliki ciri khas tersendiri, kadang-kadang ada yang senang menggunakan kalimat-kalimat panjang dan juga ada yang senang menggunakan kalimat-kalimat pendek. Persoalan itu ditentukan oleh usia pengarang, perkembangan cerita dan tema cerita. Adapun gaya bahasa yang digunakan yaitu:
1)        Gaya bahasa alegori, yaitu gaya bahasa yang menggunakan persamaan berturut-turut berupa lukisan pendek.
2)        Gaya bahasa personifikasi, yaitu mengumpamakan benda mati dapat berbuat seperti manusia.
3)        Gaya bahasa litotes, yaitu memakai kata-kata untuk memperkecil arti atau memperhalus kata-kata untuk merendahkan diri.
4)        Gaya bahasa eufemisme, yaitu gaya bahasa untuk melembutkan suatu ucapan untuk bersopan santun agar orang yang mendengarnya tidak marah.
5)        Gaya bahasa ironi, yaitu ucapan yang maksudnya sebaliknya dari arti biasa.
7.        Amanat
Amanat adalah pesan, gagasan, pemikiran yang  ingin di sampaikan oleh penulis lewat cerita yang dibuatnya.
                                            
 kusut ungkapan ini ditemukan dalam The America Holfn Collage Dictionary. Menurut H.B. Jassin novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat cerita dan yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang luar yang mengalahkan tujuan nasib pengarang. Sedangkan menurut Virginia Holf  novel adalah suatu kroinim penghidupan  merenungkan dan melukiskan dalam bentuk tertentu, pengaruh ikatan, hasil kehancuran atau tercapainya gerak-gerak manusia.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
            Tugas ini mengkaji tentang karya sastra cerpen dan objek penelitian yang diteliti adalah struktur intrinsik dan nilai kritik sastra dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta.
3.2  Metode Pengumpulan Data
            Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan teknik membaca dan mencatat.Hal ini bertujuan untuk mendapatkan dokumen yang berisi data verbal. Metode mencatat adalah pencatatan dari hasil prngamatan yaitu unsur-unsur pembangun dalam cerpen.Dengan memperoleh data, seorang peneliti dapat mengetahui hal-hal yang dapat membantu dalam proses penelitian. Adapun metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data ini adalah metode dokumentasi dan metode telaah.
 3.2.1`Metode Dokumentasi 
            Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan, membaca dan mengkaji secara mendalam sejumlah buku, majalah, hasil penelitian dan dokumen lainnya yang mempunyai relevansi dengan penelitian.Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk menentukan konsep-konsep dan teori yang selanjutnya dijadikan landasan dalam menganalisis permasalahan.Disamping untuk memperoleh data sekunder yang diinginkan sesuai permasalahan penelitian.
            Suhartono (1995:70) memberikan definisi studi dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitan.Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa dokumen ialah setiap bahan tertulis maupun film yang sering digunakan untuk keperluan penelitian,karena alasa-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (Riyanto, 1996 : 83).
            Berdasarkan kedua pengertian diatas, maka yang dimaksud penelitian dokumentasi dalam penelitian ini adalah berupa data tertulis berbentuk cerpen yang berjudul “Surat” karya Putu Sugih Arta.
3.2.2 Metode Telaah 
            Selain metode dokumentasi, metode pengumpulan data yang juga digunakan adalah metode telaah,yakni suatu metode mengumpulkan data dengan jalan menelaah, mengkaji, memperkaya, dan memperdalam serta memperluas pembahasan dengan jalan menggali karya-karya lain yang berhubungan dengan karya yang akan diteliti (Mudini dan Ririk Ratnasari, 2007 : 53 ). Sehubungan dengan hal tersebut, maka langkah yang dilakukan dengan cara ini, yakni sebagai berikut:
a.Mencatat buku-buku yang berhubungan dengan masalah penelitian.
b.Membaca cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta secara teliti dengan penuh pemahaman agar mendapatkan hadil analisis yang sesuai.
c.Mencatat unsur-unsur cerpen yang akan dianalisis sehingga arah penelitian tidak akan keluar dari jalur yang sudah ditentukan.
3.2.3 Subjek dan Objek Data
            Cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta dijadikan subjek dalam penelitian ini. Objek dalam penelitian ini adalah data yang berhubungan dengan aspek intrinsik dan kritik sastra yang ada sehingga keseluruhan bagian dalam cerpen ini dianggap mendukung data  penelitian.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
            Adapun data dalam penelitian ini adalah cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta dengan identifikasi sebagai berikut:
a.Judul                                     :
b.Pengarang                            :Putu Sugih Arta
c.Tahun                                   :
d.Cetakan                                :
e.Ukuran                                 :
f.Ukuran                                  :
g.Tebal halaman                      :
h.Cover depan                         :
4.2 Sinopsis cerpen “Surat”  karya Putu Sugih Arta
            “Pasangan suami-istri itu berlatar bangsawan.Kendati mereka keluarga keraton,jarak yang memisahkan tempat tinggal  mereka cukup jauh. Selain itu, karena situasi penjajahan, maka para wanita bangsawan dipinggit. Akhirnya, mereka tidak saling kenal, Hanya ayah mereka saja yang mengetahui silsilah yang runut sampai lapisan tiga. Ternyata mereka masih sedarah. Mengetahui kondisi itu, akhirnya keduanya bersahabat. Pertemuan pertama kali saat mereka sekamar diasrama putra siswa HIS angkatan pertama. Selepas HIS, ayah mereka membuat kesepakatan untuk mengikat keabadian melalui kemasan mahligai pernikahan putra dan putrinya.
            Munculnya orang ketiga  bernama Hadi, membuat suasana runyam. Hadi bersahabat dengan si suami.Orangnya pendiam dan penurut. Perbendaharaan katanya “ya” dan “tidak”. Keperibadiannya sangat tertutup. Sehingga korps pejuang pembela kemerdekaan  memilihnya sebagai anggota divisi intelejen. Hadi juga krturunan bangsawan dengan marga yang sama dengan si suami.
            Pada waktu perang melawan NICA di gnung Duren. Si suami menitipkan surat orang tuanya pada Hadi, sama sekali belum dibacanya. Jangankan membaca isinya, membuka amplopmya pun tidak.
            “Aku tak pernah membaca isinya. Ini amanat. Di.......... kala aku tewas dalam penjegatan di Lembah Nangka. Tolong, kau sampaikan surat ini pada tujuannya.......” pesan terakhirnya pada Hadi. Hadi pun mengangguk tanda setuju.
            Pertempuran dahsyat pun terjadi. Seluruh pasukan pencegat pun terkurung di Lembah Nangka. Tidak ada yang bisa lolos. Semua tewas, menggenaskan. Rupa-rupanya si suami selamat, tertindih mayat kawannya. Ketika suasana dirasa telah aman. Ia pun keluar dari persembunyiannya. Ia langsung menuju rumah sahabat ayahnya. Rumah itu, tidak jauh dari letak Lembah Nangka yang dibatasi kelokan perbukitan. Mengandalkan ketajaman instingnya ia temukan rumah sahabat ayahnya. Sampai disana ia terasa disambar petir siang bolong. Hadi, sahabatnya, sedang bersiap-siap melaksanakan akan nikah dengan putri sahabat ayahnya. Prosesinya, belum dimulai. Karena orang tua Hadi belum datang. Kedatangan sahabatnya, disambut Hadi dengan hangat. Ia pun merangkul sahabatnya erat.
            “Selamat Di, mudah-mudahan pernikahanmu ini dapat mewujudkan keluarga sakinah......’’
            “Terimakasih Mas. O,ya Mas Dirjo surat yang kamu titipi padaku tempo hari sudah aku sampaikan pada beliau.....dan aku dipaksa kawin, “ katanya.
            “Dipaksa kawin?”
            “Ya,  mas dengan putrinya itu lo. Aku sempat nolak. Beliau marah. Begini katanya,”kamu jadi anak harus nurut pada oarang tua jangan berlagak, gitu.” Aku jadi bingung.”
            “Bingung?                 
            “Ya to Mas. Aku kan belum kepingin kawin. Aku kepingin berkarir dulu. Republik ini, belum sepenuhnya merdeka. Gaji prajurit belum menjadi jaminan. Kalau kawin aku bisa keluar dari kesatuan. Mendadak gini kan aku jadi bingung. Aku pulang, lalu cerita sama Pak De di Keraton Kesunanan. Beliau malah mendukung dengn alasan pertalian kaluarga. Malah Pak De janji menjemput Bapak sama Ibuku. Mereka mau hadir dalam pesta mantu ini. Aku tak bisa lagi menghindar.” Kata Hadi mencurahkanperasaannya pada Dirjo. Ia sendiri kaget, tumben saja ia bisa lancar berbicara disaat keadaan genting. Biasanya, ia hanya bisa diam saja.
            Dirjo tidak tahu topik permasalahan sebenarnya. Di hatinya, ribuan pertanyaan menyerbunya. Pada saat bersamaan ayah dari pihak istri keluar dari kamarnya.
            “Oh, ini temanmu yang pejuang itu?”
            “Ya pak,” sambutnya naif” Sahabat saya ini, putra kebanggaan Maijen. Raden Mas Aryo Setiawan yang suratnya saya berikan tempo hari, Pak.....”
            “Apa?”
            Tiba-tiba saja langit berputar. Orang tua itu jatuh pingsan. Semua terkejut. Mereka menggotongnya ramai-ramai keruang tengah. Setelah siuman, mereka dikumpulkan. Tidak terkecuali, tamu undangan menyaksikan.
            “Maaf Pak penghulu, boleh saya bacakan surat wasiat kakang Raden Mas Aryo Setiawan........”
            Penghulu mengangguk.Setengah berteriak, ia membacakan surat itu.
            “Sahabatku, Raden Mas Aryo Benang. Ini aku hadapkan putraku supaya kamu nikahkan dengan putrimu. Aku percaya,sama kalian. Selesaikan secara tuntas. Dari sahabatmu : Raden Mas Aryo Setiawan.”
            Semua hadirin terhenyak, surat singkat itu menimbulkan pertanyaan di hati mereka. Orang tua Dirjo sudah mempercayakan sepenuhnya pada keluarga besarnya untuk prosesi akad nikah sampai selesai. Berarti orang tua lelaki tidak bisa datang. Namun yang jadi teka-teki kenapa pihak suami berkeras datang, dan minta untuk menunggu acara digelar sampai mereka datang?. Lama mereka bengong. Setiap kepala yang hadir disana memutar otak. Saling toleh. Kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Mereka paham. Putra Raden Mas Aryo Setiawan itu, tidak lain pejuang yang baru datang. Yang disangka tewas. Ternyata selamat. Dan, datang tepat saat detik-detik akad nikah akan dimulai.
4.3 Unsur Intrinsik Cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta sebagai berikut:   4.3.1 Tema Tema dapat kita ketahui setelah membaca cerita secara keseluruhan dengan kata lain tema atau titik tolak sebuah cerita biasanya merupakan sesuatu yang tersirat bukan tersurat.Penulis menyimpulkan bahwa tema yang terdapat dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta adalah tema perjuangan melawan penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan rakyat.Tema ini tercermin dari tokoh Dirjo. Perjuangan yang ditampakan Dirjo dapat dilihat dalam kutipan cerita dibawah ini:
Kutipan 1 :
                        Pada waktu perang melawn NICA di gunung Duren. Si suami (Hadi) menitipkan surat orang tuanya pada Hadi”. Di......... kala aku tewas dalam pencegatan di Lembah Nangka. Tolong, kau sampaikan surat ini pada tujuannya.........”
Kutipan 2 :
                        “Pertempuran dahsyat pun terjadi. Seluruh pasukan pencegat pun terkurung di Lembah Nangka. Tidak ada yang bisa lolos. Semua tewas, menggenaskan. Ruopa-rupanya si suami selamat, tertindih mayat kawannya”
            4.3.2  Latar / Setting
                         Latar atau seting adalah tempat dan waktu serta keadaan yang menimbulkan suatu peristiwa dalam sebuah cerita. Sebuah certita harus jelas di mana berlangsungnya suatu kejadian, latar merupakan elemen penting dalam sebuah cerita.
            Dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.Latar tempat yaitu tempat terjadinya peristiwa dalam cerita.
            Dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta tempat terjadinya peristiwa yang mendominasi adalah daerah tempat terjadinya peperangan. Sebagai mana kutipan cerita dibawah ini :
            “Pada waktu perang melawan NICA di gunung Duren. Si suami menitipkan surat orang tuanya pada Hadi”
            “Pertempuran dahsyatpun terjadi. Seluruh pasukan pencegatpun terkurung di Lembah Nangka”
b.Latar suasana
            Latar suasana adalah latar yang menggambarkan keadaan batin atau suasana jiwa pada tokoh. Dlam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta mengalami suasana hati yang bragam. Ada cinta, bahagia, sedih dan sebagainya.
Kutipan 1 :    
            Sebagaimana kutipan berikut :
            “Dipaksa kawin?”
            “Ya, Mas dengan putrinya itu lo. Aku sempat nolak. Beliau marah. Begini katanya, ‘kamu sebagai anak harus nurut pada orang tua jangan berlagak gitu, ‘ Aku jadi bingung.
            “Bingung?”

            “Ya to Mas. Aku kan belum kepingin kawin. Aku kepingin berkarir dulu. Republik ini, belum sepenuhnya merdeka. Gaji prajurit belum menjadi jaminan. Kalau kawin aku bisa keluar dari kesatuan. Mendadak  gini kan aku jadi bingung”.
Kutipan 2 :
            “Semua hadirin terhenyak, surat singkat bitu menimbulkan pertanyaan dihati mereka. Orang tua Dirjo sudah mempercayakansepenuhnya pada keluarga besarnya untuk prosesi akad nikah sampai selesai. Berarti orang tua lelaki tidak bisa datang. Namun yang jadi teka-teki keluarga pihak suami bersikeras datang, dan meminta untuk menunggu acara digelar sampai mereka datang? . Lama mereka bengong. Setiap kepala yang hadir disana, memutar otak. Saling toleh. Kemudian semua tertawa terpingkal-pingkal. Mereka paham. PutraRadenMas Aryo Setiawan itu, tidak lain pejuang yang baru datang. Yang disangka tewas. Ternyata selamt. Dan, datng tepat saat detik-detik akad nikah akan dimulai”.
            4.3.3 Tokoh dan penokohan
                        Tokoh-tokoh yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi sebagain besar adalah tokoh rekaan, kendati berupa rekaan atau hayal imajinasi pengarang. Masalah penokohan merupakan suatu bagaian penting dalam membangun sebuah cerita.
            Dilihat dari besar kecilnya peran tokoh dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta. Maka tokoh sentral cerpen ini adalah Dirjo, Hadi, Raden Mas Aryo Setiawan, Raden Mas Aryo Benang. Sebagaimana kutipan berikut:
Kutipan 1 :
            Munculnya orang ketiga  bernama Hadi, membuat suasana runyam. Hadi bersahabat dengan si suami.Orangnya pendiam dan penurut. Perbendaharaan katanya “ya” dan “tidak”. Keperibadiannya sangat tertutup. Sehingga korps pejuang pembela kemerdekaan  memilihnya sebagai anggota divisi intelejen. Hadi juga krturunan bangsawan dengan marga yang sama dengan si suami.”
Kutipan 2 :
            “Dirjo tidak tahu topik permasalahan sebenarnya. Di hatinya, ribuan pertanyaan menyerbunya. Pada saat bersamaan ayah dari pihak istri keluar dari kamarnya.”
Kutipan 3 :
            “Sahabatku, Raden Mas Aryo Benang. Ini aku hadapkan putraku supaya kamu nikahkan dengan putrimu. Aku percaya,sama kalian. Selesaikan secara tuntas. Dari sahabatmu : Raden Mas Aryo Setiawan.”
4.3.4 Alur (plot)
            Alur merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam membangun sebuah prosa fiksi. Dalam pengertiannya secara umum plot atau alur diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita.
            Jenis alur dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta ini dijelaskan mulai dari akhir cerita kemudian awal cerita (alur mundur). Sebagaimana kutipan berikut:
            “Dulu, saat-saat kemerdekaan negeri ini baru seumur jagung. Para pemuda dengan gigihnya mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamasian oleh sepasang putra bangsa Soekarno dan Hatta. Didaerah-daerah sporadik, sebagian pemuda memakai cara konvensional. Mengandalkan otot. Mengandalkan taktik grilia menggunakan sarana bambu runcing mengusir penjajahyang ingin menguasai republik ini”
Kemudian pengarang menceritakan kejadian paa masa sekarang seperti kutipan dibawah ini :
            Semua hadirin terhenyak, surat singkat itu menimbulkan pertanyaan di hati mereka. Orang tua Dirjo sudah mempercayakan sepenuhnya pada keluarga besarnya untuk prosesi akad nikah sampai selesai. Berarti orang tua lelaki tidak bisa datang. Namun yang jadi teka-teki kenapa pihak suami berkeras datang, dan minta untuk menunggu acara digelar sampai mereka datang?. Lama mereka bengong. Setiap kepala yang hadir disana memutar otak. Saling toleh. Kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Mereka paham. Putra Raden Mas Aryo Setiawan itu, tidak lain pejuang yang baru datang. Yang disangka tewas. Ternyata selamat. Dan, datang tepat saat detik-detik akad nikah akan dimulai”.
4.3.5  Sudut pandang
            Berbicara tentang sudut pandang berarti berbicara tentang cara pengarang menempatkan diri dalam cerita.
            Dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta ini pengarang menggunakan teknis bercerita akuan dan orang ketiga sebagaimana kutipan cerita dibawah ini:
Kutipan 1 :
            “Pada waktu perang melawan NICA di gnung Duren. Si suami menitipkan surat orang tuanya pada Hadi, sama sekali belum dibacanya. Jangankan membaca isinya, membuka amplopmya pun tidak”
Kutipan 2 :                                                                                                  
            “Aku tak pernah membaca isinya. Ini amanat. Di.......... kala aku tewas dalam penjegatan di Lembah Nangka. Tolong, kau sampaikan surat ini pada tujuannya.......” pesan terakhirnya pada Hadi. Hadi pun mengangguk tanda setuju
Kutipan 3 :
           
            “Ya to Mas. Aku kan belum kepingin kawin. Aku kepingin berkarir dulu. Republik ini, belum sepenuhnya merdeka. Gaji prajurit belum menjadi jaminan. Kalau kawin aku bisa keluar dari kesatuan. Mendadak gini kan aku jadi bingung. Aku pulang, lalu cerita sama Pak De di Keraton Kesunanan. Beliau malah mendukung dengn alasan pertalian kaluarga. Malah Pak De janji menjemput Bapak sama Ibuku. Mereka mau hadir dalam pesta mantu ini. Aku tak bisa lagi menghindar.”
4.3.6.Gaya Bahasa
            Persoalan gaya bahasa merupakan persoalan yang penting. Gaya bahasa menunjukkan diri pengarang dan sekaligus dapat membedakan pengarang yang satu dengan pengarang yang lain.
            Gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta sebagai berikut :
a.Personifikasi
            Gaya bahasa personifikasi, yaitu mengumpamakan benda mati dapat berbuat seperti manusia.Sebagaimana kutipan berikut :
            “Siluet mengambang pada garis awan. Langit sebelah timurmermbat gelap. Serumpun bunga sedap malam menebar harumnya. Wangi melanglang, terbawa arah angin meniup, mengunjungi pintu-pintu dan jenela rumah. Hinggap sebentar, lantas sirna, terbang lagi mencari celah ruang yang kosong”
4.3.7 Amanat
            Amanat adalah pesan, gagasan, pemikiran yang  ingin di sampaikan oleh penulis lewat cerita yang dibuatnya.
            Pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta ini adalah kita sebagi manusia yang memiliki kekuatan baik jiwa, pikiran dan raga harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai suatu cita-cita. Berjuanglah sekuat tenaga walupun sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa kita sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pejuang-pejuang bangsa terdahulu.




BAB V
PENUTUP
5.1 Smpulan
            Dari berbagai macam uraian diatas dan pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa unsur intrinsik yang terkandung dalam cerpen “Surat” karya Putu Sugih Arta adlah sebagai berikut:
            Sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang lahir dan berkembang ditengah-tengah kelompok masyarakat yang dititik beratkan pada bidang kebahasaan baik lisan maupun tulisan yang dikembangkan menjadi sebuah karya yang mengandung nilai-nilai tertentu.
            Unsur intrinsik cerpen “Surat” karya Putu  Sugih Arta adalah Tema perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan tokoh Dirjo, Hadi, Raden Mas Aryo Setiawn. Raden Mas Aryo Benang. Dengan menggunakan alur mundur dan sudut pandang akuan dan orang ketiga.



DAFTAR PUSTAKA


Aminuddin, 2011. Pengantar Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Bahasa dan Sastra. Surakarta : Yuma Pustaka.

Damin Sudarwan. 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung : Pustaka Setia.

Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta :Yayasan Abor Indonesia.














Comments

Popular posts from this blog

Makalah sejarah dan perkembangan linguistik historis komperatif

Makalah Regresi Linier Statistik Pendidikan