Morfologi Bahasa Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Konsep
Bahasa Indonesia
Pada
hakekatnya para pakar linguistik deskriptif biasanya mendifinisikan bahasa
sebagai “ satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer” yang kemudian lazim
ditambah dengan “ yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk
berinteraksi dan mengindentifikasi diri. (Chaer 1994 ). Bagian utama dari
definisi atas menyatakan hakikat bahasa itu, dan bagian tambahasan menyatakan
apa fungsi bahasa itu.
Bagian
pertama atas definisi diatas menyatakan bahasa bahasa itu adalah satu sistem,
sama dengan sitem-sistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan sistemis.
Jadi bahasa itu bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun dari
sejumlah subsistem (subsitem fonologi, sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa
ini merupakan sistem lambang, sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau
sistem lambang lainya. Hanya sistem lambang bahasa ini berbunyi, bukan gambaran
atau tanda lain, dan bunyi itu adalah bunyi bahasa yang dilahirkan oleh alat
ucap manusia. Sam dengan sistem lambang lain, sistem lambang bahasa ini juga
bersifat arbitrer. Artinya, antara lambang yang berupa bunyi itu tidak memiliki
hubungan wajib dengan konsep yang dilambangkannya. Maka, pertanyaan, mialnya
‘mengapa bintang berkaki empat yang biasa dikendarai disebut (kuda),” tidaklah
bisa dijelaskan. Pada suatu saat nanti bisa saja atau mungkin saja tidak lagi
disebut kuda, melainkan disebutlambang bunyi lain, sebab bahasa itu bersifat
dinamis.
Bagian
pertama dari definisi diatas juga menyiratkan bahwa setiap lambang bahasa baik
kata , frase, klausa, kalimat, maupun acana memiliki amkna tertentu, yang bisa
saja berubah paa satu waktu tertentu. Atau, mungkin juga tidak berubah sama
sekali.
Bagian
tambahan dari definisi diatas menyiratkan fungsi bahasa dilihat dari segi
sosial, yaitu bahwa bahasa itu adalah alat interaksi atau alat komunikasi di
dalam masyarakat. Tentu saja konsep linguistik deskriftif tentang bahasa itu
tidak lengkap, sebab bahasa bukan hanya alat interaksi sosial, melainkan
memiliki fungsi dalam berbagai bidang lain. Itulah sebabnya mengapa psikologi,
antropologi, etnologi, neurologi, dan filologi juga menjadikan bahasa sebagai
salah satu objek kajiannya dari sudut atau segi yang berbeda-beda.
1.2Tujuan Bahasa
Indonesia
Tujuan
bahasa indonesia adalah sebgai alat komunikasi antara individu dengan individu,
kelompok dengan kelompok, masyarakat satu dengan masyarakat lain, antara suku
dengan suku yang lain, antara budaya dengan budaya dan lain-lainnya. Dengan
adanya bahasa indonesia atau disebut dengan bahasa negara atau nasional yang
harus dikuasi oleh seluruh warga negara indinesia guna untuk berinteraksi
dengan budaya daerah lainnya karena indonesia terdiri dari berbagai kepulaun
yang ada diindonesia.
Maka dari itu tujuan bahasa indonesia selain
digunakan untuk berinteraksi sehari-hari namun dissis lain sebagai media untuk
menyatukan bangsa karena diindonesia ini terdiri dari berbagai macam suku,ras
maupun budaya yang beragam. Oleh karena ittu bahasa indonesialah yang digunakan
oelh warga negara indonesia untuk beriteraksi dengan budaya lainnya.
Bahasa
indonesia sebagai bahasa nomor satu atau bahasa nasional wajib bagi warga
negara indonesia untuk mempelajarinya karena bahasa indonesia sebagai
indentitas dari dari sebuah negara itu sendiri.Oleh sebab itu, kita sebgai
warga negara indonesia harus membudayakan bahasa indonesia itu sendiri. Memang
diindonesia ini sangat banyak bahasa-bahasa daerah yang bergam dari berbagai
suku, namun untuk mempermudahkan suatu suku bangsa yang berbeda bahasa, maka
dari itu bahasa indonesia hadir dalam kehidupan masyarakt itu sebagai media
utnuk berinteraksi dengan suku dan budaya lainnya.
Dan
disisi lainya dengan adanya bahasa indonesia dengan mudah dikenal dengan negara
lain karena bahasa itu sebgai indentitas suatu negara. Maka tujuan bahasa indonesia
itu, sangat berperan penting dalam masyarakat untuk berinteraksi dengan
masyarakat lainnya. Lebih lebih dengan antara suku dan budaya yang ada
diindonesia karena negara indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki
banyak budaya dan suku bangsa yang beragam. Maka dari itu bahasa indonesia
digunakan untuk menyatukan seluruh suku bangsa yang ada dindonesia itu sendiri
dan sebagai alat untuk beriteraksi antara masyarakat satu dengan masyarakat
lain yang hidup dalam kehidupan bersosial itu sendiri.
1.3 Fungsi Bahasa
Indonesia
fungsi
bahasa adalah bahwa bahasa itu adalah alat iteraksi sosial, dalam arti alat
untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan ( Chaer, 1995
). Dalam hal ini, Wardhaugh (1972) seorang pakar sosiolinguistik juga
mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan
maupun tulisan. Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut
kineavy disebut sebagai fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi,
fungsi persuasi, dan fungsi entertaimen. (michel, 1967:51).
Kelima
fungsi dasar ini mewadahi konsep bahwa bahasa alat untuk melahirkan
ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan seorang penutur kepada orang
lain. Pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel, kecewa, dapat
diungkapkan dengan bahasa, meskipun tingkah laku, gerak-gerik, dan mimik juga
berperan dalam pengungkapan ekspresi batin itu. Fungsi informasi adalah fungsi
untuk menyampaikan pesan dan amanat kepada orang lain. Fungsi eksplorasi adalah
penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan. Funsi
persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat memengaruhi atau mengajak orang
lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik. Yang terakhir
fungsi entertaimen adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur,
menyenangkan atau memuaskan perasaan batin.
Karna
bahasa yang digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan sedang perilaku
dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa
menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak dan perilaku serta
keperluan manusi dalam kehidupan. Oleh karena itu, dalam berbagai kepustakaan
kita akan mungkin menemukan rincian fungsi-fungsi bahasa yang berbeda dan
beragam ( Chaer 1995; Nababan, 1984 ).
1.4Bahasa Dan Ilmu
1.4.1 Hakekat Ilmu
Ilmu
(science) dan pengetahuan (knowledge) adalah dua bidang yang berbeda.
Pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman, pikiran,
perasaan, dan pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi dengan
orang lain dan alam sekitarnya, yang kemudian diabastraksi dalam bentuk
pernyataan, ungkapan artistik, teori, dalil, rumus atau hukum.
Suriasumantri
(1990)mengatakan knowledge merupakan terminologi generik yang mencakup segenap
bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam,
dan biologi. Kamus besar bahasa indonesia mendefinisikan ilmu sebagai
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistemmenerut metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang
pengetahuanitu.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan bagian
pengetahuan yang dihasilkan melalui penelitian atas satu bidang permasalahan
dengan menggunakan metode penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran
baru yang berhubungan dengan bidang tersebut yang kemudian disusun secara
sistematis dan koheren.
Berdasarkan
pengertian inidapat dikatakan bahwa ilmu memilki empat ciri, diperoleh dari
penelitian yang dilakukan dengan metode tertentu dan langkah-langkah yang
sistematis, mencakup satu bidang tertentudari kenyataan dan disusun secara
koheren.
1.4.2 Hakikat Bahasa
Bahasa
adalah media atau sarana yang digunakan untuk berbicara menulis, dan berfikir.
Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam hidup manusia. Bahasa membuat
manusia mampu mendominasi ( bahkan menjadi penguasa) makhluk lain dimuka bumi
baik yang berda di darat, laut, maupun udara. Karena yang membuat manusia
dengan hewan adalah peradaban dan peradaban terbentuk hanya karena manusia
memilki bahasa, maka tanpa bahasa sebenarnya manusia hanyalah salah satu dari
mamalia.
Berbagai
definisi bahasa pada umumnya menyoroti dua aspek terpenting: fungsional dan
formal. Aspek fungsional merujuk kepada fungsi bahasa yang begitu penting dalam
kehidupan masyarakat manusia, yaitu sebagai media yang dimiliki bersama dan
digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat, gagasan, dan perasaan.
Aspek
formal merujuk pada sistem atau kaidah-kaidah (tata bahasa) yang digunakan
untuk membentuk bunyi menjadi kata dan memadu kata-kata menjadi kalimat yang
bermakna.
Penggunaan
bahasa dapat dibedakan menjadi bahasa pasaran, bahasa ibu, bahasa anak muda,
bahasa poitik, dan bahasa ilmiah. Dari segi lokasi, bahasa dibedakan menjadi
bahasa daerah, bahasa indonesia, dan bahasa asing.
Berdasarkan
bentuknya bahasa dibagi menjadi bahasa lisan, bahasa tulisan dan bahasa
isyarat. Kamus besar bahasa indonesia (2008) mendefinisikan bahasa sebagai
sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan menginditifikasi diri.
Sistem
tata bahasa setiap bahasa biasanya dibangun secara hirarkis oleh empat unsur
yaitu: fonem, morfem, sintaksis, dan semantik.
1.4.1.1 Peran Bahasa Dalam Ilmu
Peran
bahasa dalam ilmu sangat erat hubungannya dengan aspek funsional bahasa sebgai
media berfikir dan media komunikasi sehubungan dengan itu, pembahasan tentang
permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian, yaitu:
1.
Hubungan bahasa dengan
pikiran peran penting bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi
bahasa sebagai media berfikir melalui kegiatan berfikir, manusia memperoleh dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi ilmu dan
pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai,
menalar dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas berfikir, bahasa berperan
sebgai simbol (refresentasi mental) yang dibutuhkan untuk memikirkan hal-hal
yang abastrak dan tidak diperoleh memlalui peninderaan.
2.
Bahasa sebgai media
komunikasi
Komunikasi
merupakn salah satu jantung pengembangan ilmu. Setiap ilmu dapat berkembang
jika temuan-temuan dalam ilmu itu disebarluaskan, dipublikasikan melalui
tindakan komunikasi. Temuan-temuan itu kemudian dideskusikan , diteliti ulang
dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau diperbaharui oleh ilmuan lainnya.
Hasil-hasil
diskusi, sintetis, penelitian ulang, penerapan pengembangan itu kemudian
dipublikasikan lagi untuk ditindaklanjuti oleh ilmuan lainnya.selama dalam
proses penelitian, perumusan, dan publikasi temuan-temuan, tersebut bahasa
memainkan peran sentral, karena segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa
sebagai media.
1.4.1.2 Karakteristik Bahasa Yang Medukung
Pengembangan Ilmu
Peran
bahasa sebagai media berfikir komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap
aktivitas pengembangan ilmu. Akan tetapi tidak semua bahasa dapat digunakan
untuk tujuan ini, bahasa yang dikembangkan oleh masyarakat yang tidak menjalani
budaya ilmiah justru akan menghambat pengembangan ilmu.
Rahmat
(2005:276) menjelaskan konsep-konsep dalam bahasa cenderung menghambat atau
mempercepatproses pemikiran tertentu. Unsur bahasa yang mungkin berperan paling
sentral dalam fungsinya sebagai media berfikir dan media komunikasi adalah kata-kata
dengan memahami makna kata-kata yang membentuk sebuah kalimat, meskipun dia
tidak mengalamistruktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa ‘menebak’ pesan
yang disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik.
Sehubngan
itu, kriteria bahasa yang medukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya
dengan kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para
ilmuan. Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui
kenyataan bahwa keterbtasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung
tidakberfikir logis, termasuk dalam menarik kesimpulan.
1.5 Bahasa Dan
Masyarakat
Bahasa
dan masyarakat ibarat dua sisi mata unag yang saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan. Jika tidak adanya bahasa maka masyarakat tidak bisa berinteraksi
dengan baik begitu pula jika tidak ada
masyarakat maka bahasa itu tidak dapat digunakan dalam proses kehidupan dalam
masyarakat.
1.5.1 Bahasa Dan Tutur
Perdinand
De Saussure (1916) membedakan langage, lengue, dan parole (bahasa prancis).
Langage adalah bahasa sebgai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk
berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal diantara sesamanya (abastrak).
Langue adalah dimaksudkan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan
oleh sekolompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan beriteraksi
sesamanya. Langue mengacu kepada sebuah sistem lambang bunyi tertentu
(abastrak). Langue dan langage adalah suatu sistem pola, keberaturan, kaidah
yang ada atau dimilki manusia tetapi tidak nyata-nyata digunakan.
Parole
(konkret) adalah pelaksaa=naan dari langue dalam bentuk ujran atau tuturan yang
dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi
sesamanya. Objek kajian study linguistik dalah lague tetapi dilakukan melalui
parole (parole dapat diobservasi secar emperis).
1.5.2 Verbal Repertoir ( Repertoir Bahasa)
Semua
bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimilki atau dikuasi seseorang penutur biasa
disebut repetior bahasa. Kemampuan komunikatif yang dimiliki individu maupun
kelompok disebut vebal repertoir. Jadi verbal repetior dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu verbal reportoire yang dimilki individu dan yang dimilki
masyarakat.
A. Verbal
repertoir ada dua macam:
1. Yang
dimilki setiap penutur secara individual. Mengacu alat-alat verbal yang
dikuasai penutur.
2. Yang
merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan. Mengancu kepada kesluruhan
alat-alat verbal yang ada disuatu masyarakat.
Kajian
yang mempelajari penggunaan bahasa sebgai sistem interaksi verbal diantara para
penuturnya di dalam masayarakat disebut sosiolinguistik interaksional
(sosiolinguistik makro). Kajian mengenai penggunaan bahasa dlam hubungannya
dengan adanya ciri-ciri linguistik di dalam masyarakat disebut sosiolinguistik
korelasional (sosiolinguistik makro).
1.5.3 Masyarakat Tutur Atau Masyarakat Bahasa
Bahasa
merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadao manusia yang
lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya
bahasa kita dapat berhubungan dengan orang lain yang akhirnya melahirkan
komunikasi dalam masyarakat.
Jika
kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal reportior yang relatif
sama serta mempunyai penilain yang sama terhadap norma-norma pemakian bahasa
yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka disbut masyarakat tutur. Untuk
dapat disebut masyarakat tutur adalah adanya perasaan di antara para
penuturnya, bahwa mereka merasa
menggunakan tutur yang sama.
Fisman
(1976) menyebut masayarakat tutur adalah suatu masyarakat yang angota-angotanya
setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai
dengan penggunaanya. Di dalam kehidupan masayarakat fungsi bahasa secara
tradisional dapat dikatakan sebgai alat lomunikasi. Bagi sosiolinguistik konsep
bahasa adalah alat fungsinya yang mnyampaikan pikiran saja dianggap terlalu
sempit.
Chaer
(2004:15) berpendapat bahwa fungsi yang menjadi persoalan sosiolinguistik
adalah dari segi penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan.
Maksud adri penyataan tersebutpada intinya bahwa fungsi bahasa akan berbeda
apabila ditinjau dari sudut pandang yang berbeda sebagaimana yang telah
disebutkan di atas.
Berdasarkan
verval repertoire yang dimilki oelh masyarakat, masyarakat dibedakan menjadi
dua:
a.
Masyarakat monolingual
(satu bahasa)
b.
Masyarakat multilingual
(lebih dari dua bahasa)
c.
Masyarakat bilingual
(dua bahasa)
Jadi
suatu masyarakat memilki verbal repertoire yang relatif sama dan memilki
penilaian yang sama terhaadap pemakian bahasa yang digunakan dalam masyarakat
disebut masyarakat bahasa.
1.6 Bahasa Dan
Psikologi
1.6.1 Psikologi
Secara
etimologi `kata psikologi berarti “jiwa,
roh, sukma”, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara harfiah
berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajian adalah jiwa. Duhulu ketika
psikologi masih berada atau merupakan bagian dari ilmu filsafat, definisi bahwa
psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan. Dalam
kepustakaan kita pada tahun 50 an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai
padanan kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi
karena bidang ilmu ini tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma sehingga istilah
itu kurang tepat.
Dalam
perkembangan lebih lanjut, psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi-sisi
manusia dari segi yang bisa diamati. Mengapa? Karena jiwa itu bersifat
abastrak, sehingga tidak dapat diamati secara emperis, padahal objek kajian
setiap ilmu harus dapat diobservasi secara indrawi.
Dalam
perkembangannya, psikologi telah terbagi menjadi beberapa aliran sesuai dengan
faham filsafat yang dianut. Karena itulah yang dikenal adanya psikologi yang metalistik,
yang behavioristik, dan yang kongitifistik.
Psikologi
yang metalistik melahirkan aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan
utamanya adalah mencoba mengkaji proses-proses akal manusia dengan cara
mengintropeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim
juga disebut psikologi intropeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu proses
akal dengan cara melihat ke dalam diri sendiri setelah suatu ransangan terjadi.
Psikologi
behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama
psikologi perilaku ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa
reaksi apabila suatu ransangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan
mengontrol perilaku itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat
mengkaji proses-proses akal yang membangkitkan perilaku tesebut karena
proses-proses akal ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung.
Jadi, para pakar psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide-ide, pengertian,
kemauan, keinginan, maksud, pengharapan, dan sega mekanisme psiologi. Yang
dikaji hanyalah peristiwa-pristiwa yang dapat amati, yang nyata konkret, yaitu
kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi
kongnifistik dan lazim disebut psikologi kongnitif mencoba mengkaji
proses-proses kongnitif manusia secara ilmiah. Yang dimaksud proses kongnitif
adalah proses-proses akal (pikiran, berpikir) manusia bertanggung jawab
mengatur pengalaman dan prilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi
kongnitif adalah bagaiman cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur,
menyimpan, mengeluarkan, dan menggunakan penggetahuannya, termasuk perkembangan
dan penggunaan pengetahuan bahasa.
Psikologi
sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang
sangat luas.oleh karena itu, muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi
nama sesuai dengan penerapannya. Diantara cabang-cabang itu adalah psikologi
sosial, psikologi perkembangan, (kanak-kanak), psikologi komunikasi, dan
psikologi bahasa.
1.6.2 Bahasa
Secara
umum linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil
bahasa sebagai objek kajiannya. Pakar linguistik disebut linguis. Namun, perlu
dicatat kata linguis dalam bahasa inggris juga berarti “orang yang mahir dalam
menggunakan beberapa bahasa”, selain bermakna “pakar linguistik”. Seorang
linguis mempelajari bahaa bukan dengan tujuan utama mahir menggunakan bahasa
itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai kaidah-kaidah struktul
bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang menyangkut bahasa. Andai
kata si linguis ingin memahirkan pemggunaan bahaa itu tentu tidak ada salahnya.
Bahkan akan menjadi lebih baik. Sebaliknya, seseorang mahir dan lancar dalam
menggunakan beberapa bahasa, belum tentu dia seorang lingusi kalu dia tidak
medalami teori tentang bahasa. Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang
poliklot “berbahasa banyak”, sebagai dikotomi dari monoklot “berbahasa satu”.
BAB II
MORFOLOGI
2.1
Konsep Morfologi
Secara secara etimologi
kata morfologi berasal dari kata morf
yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara
harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk’. Di dalam kajian
linguistik, morfologi berarti ;ilmu mengenai bentu-bentuk dan pembentukan kata,
sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ‘ilmu mengenai
bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Memang selain bidang
kajian linguistik, di dalam kajian biologi ada juga digunakan istilah
morfologi. Kesamaanya, sama-sama mengkaji tentang bentuk.
Kalau dikatakan
morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua
satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan
jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan
melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu, yakni
morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat proses
pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentukan kata melalui proses
afiksasi, reduplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui
proses reduplikasi, pengabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses
komposisi, dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah
terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu
tindak pertuturan. Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari proses morfologi
sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat dikatakan
berterima, tetapi jika tidak sesuai yang diperlukan, maka bentuk itu dikatakan
tidak berterima. Keberterimaan atau ketidakkeberterimaan bentuk itu juga karena
alasan sosial. Namun, di sini, dalam kajian morfologi, alasan sosial itu kita
singkirkan dulu, yang kita perhatikan atau pedulikan adalah alasan gramatikal
semata. Alasan sosial masuk dalam kajian sosiolinguistik (lihat Chaer, 2004).
2.1.1 Pengertian
Morfologi Menurut Para Ahli
1. Profesor Ramlan
Morfologi
adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata perubuhan fungsi
atau arti sebagai akibat perubahan bentuk itu.
2. Profesor Harimurti
Kridalaksana
Morfologi
adalah study linguistik yang mempelajari morfim dan kombinasinya.
3.
Profesor Gorys Keraf
Morfologi
adalah study yang menyelidiki, memilah, dan menganalisis poses terbentuknya
kata luas dari kata yang dapat berdiri sendiri menjadi kata lengkap dan
sempurna yang dapat digunakan dalam pembentukan kalimat atau diskriftif atau
wacana yang lebih luas.
4. Profesor Mattheus
Morfologi
adalah study linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk kata baik
sebagai bentuk tunggal maupun bentuk majemuk.
2.2
Hubungan Morfologi Dan Ilmu Lain
2.2.1 hubungan
morfologi dengan leksikologi
Morfologi adalah study
bahasa yang mempelajari proses pembentukan kata. Sedangkan leksikologi adalah study
bahasa yang mempelajari arti suatu kata, dalam kamus, dan pembedaharaan kata
dalam suatu bahasa.
Persamaannya morfologi
dan leksikologi adalah sama-sama menjadikan kata sebagai objek, sedangkan
perbedaannya morfologi mempelajari kata sebagai arti kata gramatikal.
Sebaliknya leksikologi mempelajari kata sebagai arti leksis atau arti kata yang
ada dalam kamus.
Cotohnya:
kata “masak” dalam arti leksis bisa bermakna tua, dewasa, dll.
2.2.2 Hubungan
Morfologi Dengan Sintaksis
Morfologi ilmu yan
mempeljari seluk beluk bentuk kata sedangkan sintaksis ilmu yang mempelajari
bagaimana kata menjadi klausa dan klausa menjadi kalimat dan kalimat menjadi
wacana.
Persamaan dan
perbedaannya. Sintaksis objek utamanya adalah struktur kata. Contohnya:
saya+cinta+pada+anda+karena+ikhlas. Sedangkan morfologi objek utamanya adalah
gramatikal.C ontohnya tangis+me menjadi menangis. Perbedaannya adalah morfologi
unsur yang paling kecil adalah morfem, dan unsur yang paling besar adalah kata.
Comtohnya cinta menjadi bercinta, percintaan, dicintai. Sedangkan sintaksis
adalah unsur yang paling kecil adalah kata, sedangkan unsur yang paling besar
adalah kalimat. Contohnya uang itu diperoleh melalui judi, judi merupakan
perbuatan haram.
2.2.3 Hubungan
Morfologi Dengn Etimologi
Morfologi ilmu yang
mempelajari seluk beluk bentuk kata. Sedangkan etimologi adalah study bahasa
yang mempelajari asal, usul perubahan kata baik asal maupun majemuk. Contonya:
atur, mengatur, pengaturan, diatur, diaturkan.
Sedangkan persamaannya
adalah objek utama kedunya adalah kata. Dan perbedaanya adalah morfologi proses
pembentukan arti leksis. Contohnya aduh, mengadukan, diadukan. Sedangkan
etimologi proses asal kata perubahan pemakian. Contohnya tik, mengetik, ditik,
pengetik, pengetikan.
2.3
Struktur Morfologi
Untuk memahami yang
dimaksud dengan struktur, sistem dan distribusi morfologi, kita perlu perlu
meliht kembali konsep yang diberikan ferdinand de saussure (1966). De saussure
membedakan adanya dua macam hubungan yang terdapat antara satuan satuan bahasa,
yaitu hubungan sitagmatik dan hubungan asosiatif. Yang dimaksud dengan hubungan
sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan-satuan bahasa di dalam
kalimat yang konkret tertentu, sedangkan hubungan asosiatif adalah hubungan
antara satuan satuan bahasa dalam kalimat tertentu dengan yang terapat di dalam
kalimat lainnya. Jadi, kalau hubungan sintagmatik bersifat linear karena
satuan-satuan tersebut berada dalam satu ujaran (kalimat), sedangkan hubungan
asosiatif tidak bersifat linear karena berada dalam ujaran atau kalimat yang
lain.
Louis hjelmslev,
seorang linguis denmark ( Chaer, 2004 ) mengambil konsep De Saussure dan
menganti istilah asosiatif dengan istilah paradigmatik. Kemudian firt seorang
linguis inggris, menyebut hubungan sintagmatis itu dengan istilah struktur, dan
hubungan paradigmatik dengan istilah sistem. Dengan demikian, dapat dikatakan
struktur adalah hubungan bagian-bagian kalimat secara linear, seangkan sistem
adalah hubungan bagian-bagian kalimat yang satu dengan yang lain. Fakta dalam
bahassa indonesia bahwa objek selalu terletak di belakang predikat adalah
masalah struktur. Fakta adanya kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam
bahasa indonesia adalah menyangkut masalah sistem.
Sistem pada dasarnya
menyangkut masalah distribusi, yaittu masalah dapat tidaknya suatu konstituen
diganti dengan konstituen lain dalam kalimat tetentu.
2.4
Morfem Akar (Asal) Dan Dasar
2.4.1 Morfem Akar
Morfem akar adalah
istilah akar (root) yang digunakan untuk menyebut yang tidak dapt dianalisis
lebih jauh lagi. Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah semua
afiksnya ditinggalkan (yaitu prefiks-me, prefiks-ber. Dan sufiks-kan) dengan
cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku. Akar laku ini tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak makna akar tersebut. Contoh lain, kata
keberterimaan kalau semua afiksnya ditinggalkan akan tersisa akarnya yaitu bentuk
terima. Bentuk terima ini pun tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
2.4.2 Morfem Asal
Morfem asal adalah morfem
yang menjadi asal yang bentuknya lebih besar. Contohnya. Tik, diketik, lir,
mengalir, alirkan, bergaul, kit, bangkit, ungkit, cungkit.
2.4.3
Morfem
Dasar
Morfem
dasar istilah bentuk dasar atau dasar (base) biasanya digunakan untuk menyebut
sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini
dpat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga beupa gabungan morfem. Umpamanya
pada kata berbicara yang terdiri dari kata ber- dan morfem bicara-, msks morfem
bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga
berupa morfem dasar. Jadi bentuk dasar adalah bentuk yang lansung menjadi dasar
dalam suatu proses morfologi. Wujudnya dapat berupa morfem tunggal, dan dapat
juga berupa bentuk polimorfemis.
2.5 Morfem Lansung Dan
Tidak Langsung
A. Morfem Langsung
adalah unsur yang membentuk kata baik melalui
afiks maupun reduplikasi dalam membentuk kata yang lebih besar bsecra langsung.
Contohnya:
ber-, pakai dan an adalah unsur yang terpisah yang masing-masing mempunyai
intensitas dalam bergabung dalam bentuk lain dan tidak merupakan unsur langsung
adalah unsur yang sudah mengalami sebgaian afiksasi dan sebagai tambahan.
Contohnya:
ber + pakian menjadi berpakian.
B. Morfem Tidak
Langsung
Unsur tidak lansung
adalah unsur yang tidak langsung atau secra bertahap terjadi proses
peembentukan. Contohnya: ber, dua , an – ber, ke, sempat, an, ber-, se,
lingkuh,an.
Ketiga kata tersebut di
atas merupakan rangkaian unsur tidak langsung yang satu dengan yang lainnya
tidak ada kaitan dalam membentuk kata majemuk karena cara penggabungan
terpisah.
2.6
Morfem Bebas Dan Terikat
2.6.1
Morfem Bebas
Adalah
morfem yang bisa berdiri sendiri. Dalam bahasa indonesia misalnya, bentuk
pulang, makan, rumah, bagus, putus, adalah termasuk morfem bebas karena dapat
berdiri sendiri dalam kalimat, misalnya tali itu putus tetapi me-dan-kan pada
kata memutuskan tidak dapat berdiri sendiri, morfem ini selalu muncul
bersama-sama morfem lain.
Contohnya:
apa, duduk, kursi, meja, buku, dll.
2.6.2 Morfem Terikat
Adalah
morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
peraturan, semua imbuhan dalam bahasa indonesia (awalan,sisipan,akhiran) itu
tidak mempunyai makna sendiri seperti morfem bebas.
Contohnya:
afiks, sufiks, konfiks, simolfiks, prefiks.
2.7 Deretan
Morfologi
Deretan
morfologi adalah suatu dertan kata atau suatu daftar yang memuat kata-kata yang
berhubungan baik dalam bentuk maupun dalam artinya (Ramlan, 1983: 28-29).
Selanjutnya Ramlan memberi contoh dengan kata kejauhan. Untuk mengetahui kata
kejauhan itu terdiri dari satu morfem atau lebih, maka kita harus
memperbandingkan kata tersebut dengan kata-kata lain dalam deretan morfologi.
Anda telah mengetahui bahwa disamping kejauhan, terdapat menjauhkan, dijauhkan,
terjauh, berjauhan, menjauhi, dijauhi, maka dertan morfologinya sebagai berikut
: kejauhan, menjauhkan, dijauhkan, terjauh, berjauhan, menjauhi, dijauhi.
Berdasarkan
perbandingan kata-kata yang tertera dalam deretan morfologi diatas, dapat
disimpulkan adanya morfem jauh sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap
anggota deratan morfologi higga dapat dipastikan bahwa.
Contoh
berikut ini : kejauhan – terdiri dari morfem jauh dan morfem ke-an.
Deretan
morfologi sangat berguna dalam menentukan morfem-morfem. Kata terlantar
misalnya, apakah terdiri satu morfem atau dua morfem, dapat diketahui dari
deretan morfologi. Kata itu haruslah dibandingkan dengan kata-kata lain yang
berhubungan dengan bentuk dan artinya dalam deretan morfologik : terlantar,
melantarkan, dilantarkan, diterlantarkan, keterlantaran, terlantar.
Berdasarkan
deretan morfologi diatas, kata terlantar hanya terdiri dari satu morfem. Memang
dalam peristiwa bahasa dijumpai kata lantaran, dan jika terlantar dibandingkan
dengan lantaran, niscaya dapat ditentukan adanya morfem lantar : terlantar,
lantaran, lantar, tetapi secara deskriptif kedua kata itu hanya memiliki
pertalian bentuk, tidak memiliki pertalian arti. Sesuai dengan yang dimaksud
denga deretan morfologik, kedua kata itu tidak dapat diletakkan dalam satu
deretan morfologik, dan berarti juga tidak dapat diperbandingkan. Contoh lain,
kata-kata yang kelihatannya terdiri dari dua morfem atau lebih tetapi setelah
diteliti benar-benar hanya terdiri dari satu morfem: segala, terlentang,
perangai, pengaruh, selamat, jawatan, pura-pura, seperti, kelola dll.
2.8 Morf,
Morfem, Alomorf, Dan Kata
2.8.1. Morfem
Kita
sudah tahu, bahwa morfem merupakan satuan yang paling kecil yang dapat
dipelajari oleh morfologi. Namun, apa yang dimaksud dengan morfem belum
dijelaskan. Berikut adalah definisi-definisi morfem menurut para ahli.
1. Morfem
adalah satuan gramatik yang paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain
selain unsurnya (Ramlan, 1983 : 26).
2. Morfem
adalah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983 : 10).
3. Morfem
adalah satuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai
kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain
(Sitindoan, 1984 : 64).
4. Morfem
yaitu semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi kedalam
bentuk kecil yang mengandung arti (Bloch dan Trager dalam Prawirasumantri, 1985
: 127).
5. Morfem
adalah komposit bentuk pengertian yang terkait yangs ama atau mirip yang
berulang (Samsuri, 1982 : 170). Yang dimaksud berulang disini yaitu
kehadiraannya berkali-kali dalam tuturan.
6. Bloomfield
(1933 : 161) mendefinisikan morfem sebagai “a inguistic from wich bears no
partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simple form or
morphome”. (Maksud pernyataan itu, “satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak
mirip dengan bentuk lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk
tunggal atau morfem).
Contoh : kata memperbesar, dapat kita
potong sebagai berikut : Mem-perbesar, Per-besar.
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan
–sar masing-masing tidak mempunyai makna.
2.8.2
Morf Dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah
dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah
benruk yang belum diketahui statusnya (misalnya: {i} pada kenai), sedangkan
alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya. Atau
biasa dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi
mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain
alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi
setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, dua, atau enam buah.
Contohnya : morfem meN- (dibaca: me-nasal): me-, mem-, men-, meny-. Meng-, dan
menge-.
2.8.3
Kata
Kata adalah satuan
bebasa yang kecil, atau dengan kata lain,
setiap satu satuan bebas merupakan kata. Misalnya, ruamh, penduduk,
pendudukan, negara, dari, kepada, sebagai, tentang, dan sebagainya merupakan
kata karena masing-masing merupakan satu satuan bebas. Selain itu satuan-satuan
seperti rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala batu dan
sebagainya, meskipun terdiri dari satuan yang bebas, juga termasuk golongan
kata, karena satuan-satuan tersebut memliki sifat sebagai kata, yang membedakan
dirinya dari frasa.
BAB
III
PROSES
MORFOLOGI
Proses morfologi pada dasarnya
adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan
afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi),
penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi),
dan pengubahan status (dalam proses konversi). Prosedur ini berbeda dengan
analisis morfologi mencerai-ceraikan kata (sebagai satuan sintaksis) menjadi
bagian-bagian atau satuan-satuan yang lebih kecil. Jadi, kalau analisis
morfologi, seperti menggunakan teknik immediate constituen analysis (ICA),
terhadap kata berpakaian, miasalnya, mula-mula kata berpakaian dianalisis
menjadi bentuk ber-dan pakaian, lalu bentuk pakaian dianalisis lagi menjadi
bentuk pakai dan-an. Maka dalam proses morfologi prosedurnya dibalik: mula-mula
dasar pakai diberi sufiks-an menjadi pakaian. Kemudian kata pakaian itu diberi
prefiks ber- menjadi berpakaian. Jasi, kalau analisis morfologi
mencerai-ceraikan data kebahaaan yang ada, sedangkan proses morfologi mencoba
menyusun dari komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk yang lebih besar
yang berupa kata kompleks atau kata yang polimorfomis.
3.1 Afiksasi
Dalam
proses afiksasi sebuah imbuhan pada bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi
sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks me-
sehinggamenghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba transitif aktif, pada
dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan verba intranstif
berjuang.
Berkenaan
dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefikasi,
yaitu proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks dan
infiksasi yakni proses pembubuhan infiks. Hanya perlu dicatat dalam bahasa
indonesia proses infiksasi sudah tidak produktif lagi. Dalam hal ini perlu juga
dipertahankan adanya klofiksasi, yaitu kelompok afiks yang proses afiksasinya
dilakukan bertahap. Misalnya pembentukan kata menangisi, mula-mula pada dasar
tangis diimbuhan sufiks-i, setelah itu baru dibubuhkan prefiks me-.
Proses
prefiksasi dilakukan oleh prefiks ber-, me-, di-, ter-, ke-, dan se-, infiksasi
dilakukan oleh infiks –el-,me-, dan er-, sufiksasi dilakukan sufiks –an, -kan,
dan –i, sedangakan konfiksasi dilakukan oleh konfiks pe-an, per-an, se-nya, dan
ber-an, ( ada yang bukan konfiks). Namun, perlu dicatat atas afiks yang sangat
produktif yaitu prefiks ber-, dan prefiks me-, ada yang produktif, yaitu
prefiks ter-, sufiks –kan, sufiks –i, dan sufiks –an, dan ada juga yang tidak
produktif lagi, yaitu infiks –el, -em, dan –er-.
3.2
Reduplikasi
Dalam
proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar, seperti akar rumah pada kata
rumah-rumah, akar tinggi pada kata tinggi-tinggi, dan akar marah pada kata
marah-marah. Dan dapat juga berupa kata berimbuhan seperti kata menembak pada
kata menembak-nembak, kata berimbuhan bagunan pada kata bangunan-bangunan, dan
kata berimbuhan kemerahan pada kata kemerah-merahan. Dapat juga berupa kata
gabung seperti rumah sakit pada kata rumah-rumah sakit, dan anak nakal pada
kata anak-anak nakal.
Rduplikasi
adalah pengulangan bentuk kata dapat berlnsung melalui sebuah bunyi kata dasar
ulang sebagian, berubah bunyi atau dengan kombinasi afiks.
a. reduplikasi
seluruh (sempurna, paripurna, utuh ) yaitu pengulangan seluruh kata dasar yang
tidak diikuti oleh variasi apapun.
Contohnya: kursi-kursi, rumah-rumah dll.
b. reduplikasi
sebagian adalah mengulang kata dasar hanya bagian tertentu baik melalui afiks
maupun tidak.
Contohnya:melerai-lerai, berjalan-jalan
berpeluk-peluk, dekejar-kejar, dll.
c. Rduplikasi
berubah bunyi adalah reduplikasi atau pengulangan yang diikuti oleh penambahan
bunyi dari salah satu kata dasar yang diulang.
Contohnya: sayur-mayur, pauk-pauk,
terang-benderang, gelap-gulita, simpang-siur, hirup-pikuk, tumpang tindih,
ramah-tamah, serba-serbi.
d. Reduplikasi
yang kombinasi afiks adalah pengulangan yang diikuti variasi fonem baik
diakhirkan dasar maupun diakhir kata yang di ulang.
Contohnya: berkerjar-kejaran,
berdua-duaan, berlari-larian, bercim-ciuman, berpeluk-pelukan,
bergelut-gelutan, menindih-nindihkan, bercakar-cakaran, bercumbu-cumbuan,
bertangis-tangisan, bermaaf-maafan.
3.3 Kompositum
Kompositum
adalah gabungan dua kata atau lebih, gabungan itu membentuk satu makna dan
tidak dapat diselangi oleh bentuk lain.
Contohnya:
a. Akar+akar
Pramugari, prajurit, prawira.
b. Akar+kata
Pramuka, prakarya, prakarsa, prasejarah.
c. Kata+kata
Rumah susun, rumah pojok, meja bundar,
kursi lipat, susu sapi, susu kuda.
d. Kata+unik
Terang benderang, gelap gulita.
Dalam
proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam,sate padang, dan
sate lontong, dapat berupa dua buah akar seperti akar kampung dan akar halaman
pada kata kampung halaman, atau akar tua dan akar muda pada kata tua muda.
Komposisi
adalah proses pengabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa akar maupun
bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam
sebuah kata. Seperti kita ketahui
konsep-konsep dalam kehidupan kita banyak sekali, sedangkan jumlah kosakata
terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini dalam bahasa indonesia
merupakan suatu mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan
kosakata. Misalnya, dalam bahasa indonesia kita sudah punya kata bukit untuk
mengacu pada konsep “gunung kecil”, maka konsep “bukit kecil” itu kita wadahi
dengan gabungan anak bukit. Contoh lain, dalam bahasa indonesia kita sudah
punya kata merah, yaitu salah satu jenis warna.
Namun,
dalam kehidupan kita warna merah itu tidak semacam, ada warna merah seperti
warna darah, ada warna merah seperti warna jambu, ada warna merah seperti warna
delima, dan sebagainya. Maka untuk membedakan semuanya itu kiat buatlah
gabungan kata merah darah, merah jambu, merah delima, dan sebagainya. Konsep
yang diwadahinya adalah “merah seperti warna darah”, merah seperti warna
jambu”, merah seperti warna delima.
BAB
IV
PROSES
MORFOFONEMIK
Morfonemik disebut juga morfonologi
atau morfofonologi adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau
perubahan fonem sebgai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses
afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Umpamanya, dalam proses
pengimbuhan sufiks-an pada dasar hari akan muncul bunyi {y}, yang dalam
ortografi tidak dituliskan, tetapi dalam ucapan dituliskan.
Contohnya: hari+an menjadi hariyan dan jawab+an
menjadi jawaban
Berikut akan di bicarakan beberapa jenis perubahan
fonem dan bentuk-bentuk morfofonemik pada beberapa proses morfologi.
4.1Perubahan
Fonem
1.
fonem men akan berubah huruf m apabila betemu debgan huruf /b/p/f/ contoh: meN+palu menjadi memalu, meN+bantu menjadi
membantu, meN+fitnah menjadi memfitnah dll.
2.
men akan berubah menjadi n apabila bertemu dengan kata berhuruf awal t/d/s/
contohnya: meN+tatap menjadi menatap, meN+datang menjadi mendatang, meN+sport
menjadi mensport dll.
3.
morfen meN aka erubah menjadi /meng/ apabila bertemu dengan kata yang berhuruf
/k/g/h/. Contohnya: meN+karang menjadi mengarang, meN+gali menjadi mengali,
meN+hukum mejadi meghukum dll.
4.
fonem men akan berubah menjadi /meny/ apabila bertemu dengan kata yang berhuruf
awal /c/j/sy/s/. Contohnya: men+cari menjadi mencari, meN+jelas menjadi
menjelas, meN+syaratkan menjadi mensyaratkan, meN+sapu menjadi menyapu dll.
4.1.1 Jenis Perubahan
Dalam
bahasa indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses
morfologi ini. Diantaranya adalah proses:
1. Pemunculan
Fonem
Pemunculan fonem, yakni muculnya fonem
(bunyi) dalam proses morfologi yng pada mulanya tidak ada. Misalnya, dalam
proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca akan memunculkan bunyi sengau
{m} yang semula tidak ada.
Contohnya: me+baca menjadi membaca dan
contoh lain, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu dalam proses
pengimbuhan sufiks –an pada dasar hari akan munculbunyi semi vokal {y} seprti
hari+an menjadi hariyan.
2. Pelepasan
fonem, yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam
prose pengimbuhan prefiks ber- pada dasar renang, maka bunyi {r} yang ada pada
prefiks ber- dilepaskan. Juga, dalam proses pengimbuhan “akhiran” wan pada
dasar sejarah, maka fonem {h} pada dasar sejarah itu dilepaskan. Contoh lain,
dalam proses pengimbuhan “akhiran” –nda pada dasar anak, maka morfem {k} pada
dasar itu menjadi lesap atau hilangkan. Perhatikan !
Ber+renang menjadi berenang
Sejarah+wan menjadi sejarawan
Anak+nda menjadi ananda
Dalam beberapa tahun terakhir ada juga
gejala pelepasan salah satu fonem yang sama terdapat pada akhir kata dan awal
kata yang mengalami proses komposisi. Misalanya !
Pasar+raya menjadai pasaraya
Kereta+api menjadi keretapi
Ko+operasi menjadi koperasi
3. Peluluhan
fonem, yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam
suatu proses morfologi. Umpamamnya, dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar
sikat, maka fonem {s} pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan
fonem nasal {ny} yang ada pada prefiks me- itu. Juga terjadi pada proses
pengimbuhan prefiks pe. Perhatiakan !
Me+sikat menjadi menyikat
Pe+sikat menjadi penyikat
Peluluhan fonem ini tampaknya hanya
terjadi pada proses pengimbuhan prefiks me- dan prefiks pe- pada bentuk dasar
yang dimulai dengan konsonan {s} lainya tidak ada.
4. Perubahan
fonem, yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat
terjadinya proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks ber- pada
dasar ajar terjadi perubahan bunyi, dimana fonem {r} berubah menjadi fonem {l}.
Perhatikan !
Ber+ajar menjadi belajar
Contoh lain, dlam proses pengimbuhan
prefiks ter- pada dasar anjur terjadi perubahan fonem, diman fonem {r} berunah
menjadi fonem{l}. Perhatikan!
Ter+anjur menjadi terlanjur
5. Pergeseran
fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam suku
kata yang lainnya. Umpamamnya, dalam pemgimbuhan sufiks –i pada dasar lompat
terjadi pergeseran di mana fonem {t} yang semula erda pada suku kata pat
menjadi berada pada suku kata ti. Simaklah!
Lompat+i menjadi lompati
Demikian juga dlam pengimbuhan sufiks
–an pada dasar jawab. Disini fonem [b} yang semula berada pada suku kata wab
berpindah menjadi berada pada suku kata ban. Simaklah!
Ja.wab+an menjadi ja.wa.ban
Ma.kan+an menjadi ma.ka.nan
mi.num+an menjadi mi.nu.man
4.2 Penambahan
Fonem
Penambahan
fonem, yakni penambahan fonem nasal /m,n,ng,dan nge/. Penambahan fonem nasal
/m/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan /b/ dan /f/. Umpamanya
!Me+baca menjadi membaca.
Me+buru
menjadi memburu.
Me+fitnah
menjadi memfitnah.
Me+fokus
menjadi memfokus (kan)
penambahan
fonem nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan /d/.
Umpamamnya !
Me+dengar
menjadi mendengar.
Me+duga
menjadi menduga.
Me+dapat
menjadi mendapat
Penambahan
fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan
/g,h,kh,a,l,u,e dan o/. Contoh:
Me+goda
menjadi mengoda.
Me+gila
menjadi mengila.
Me+hunus
menjadi menghunus.
Me+hina
menjadi menghina.
Me+khianat
menjadi mengkhianati.
Me+khayal
menjadi mengkhayal.
Me+ambil
menjadi mengambil.
Me+aduk
menjadi mengaduk.
Me+iris
menjadi mengiris.
Me+inap
menjadi menginap.
Me+ukur
menjadi mengukur.
Me+usir
menjadi mengusir.
Me+obral
menjadi mengobrol.
Me+omel
menjadi mengomel.
Me+elak
menjadi mengelak.
Me+ekor
menjadi mengekor.
4.3 Hilangnya
Fonem
Proses
hilangnya fonem /N/ pada meN dan peN tejadi sebagai akibat pertemuan morfem meN
dan peN dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /i/r/y/w/dan nasal.
Misalnya:
meN+lerai
: melerai
meN+ramalkan
: meramalkan
meN+yakinkan : menyakinkan
meN+wakili:
mewakili
meN+nyanyi:
menyanyi
men+ngaga;
menganga
meN+marahi:
memarahi
meN+nodai,
menodai
peN+lerai:
pelerai
peN+ramal:
peramal
peN+warna:
pewarna
peN+nyanyi:
penyanyi
pen+malas:
pemalas
peN+merah:
pemerah.
Fonem
/r/ pada mofem ber-, per- dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan
morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk
dasar yang suku pertamnya berakhir dengan /r/ misalnya:
ber+rapat:
berapat
ber+kerja:
bekerja
ber+serta:
beserta
ber+ternak:
beternak
per+ragakan:
peragakan
per+ramping:
peramping
per+ronda:
peronda
ter+rasa:
tersa
ter+rekam;
terekam.
Fonem-fonem
/p,t,s,k/ pada awal morfem hilang sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN-
dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Misalnya: men+paksa:
memaksa
meN+tulis:
menulis
meN+sapu:
menyapu
meN+karang:
mengarang
pen+pangkas:
pemangkas
peN+tulis:
menulis
pen+sapu:
menyapu
peN+karang:
pengarang.
Pada
kata memperagakan dan menawarkan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk
dasar kata itu tidak hilang karena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks
yaitu per- dan ter-. Demikian juga pada kata-kata menterjemahkan, mensupplay,
pensurvey, fonem-fonem /t/s/k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu
tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari bahasa asing yang
masih mempertahankan keasingannya.
BAB V
PEMBAKUAN BAHASA
Pembakuan bahasa indonesia
pembakuan atau penstandaran bahasa adalah pemilihan acuan yang dianggap paling
wajar dan paling baik dalam pemakian bahasa masalah kewajaran terkait dengan
berbagai aspek . dalam berbahasa misalnya, aspek ini meliputi sesuatu, tempat,
mitra bicara, alat, status penuturnya, waktu dan lain-lain. Aspek-aspek
tersebut disebut juga dengan istilah konteks. Konteks itulah yang menuntut
adanya variasi bahasa.
Dalam pemakiannya variasi bahasa
berhubungan dengan masalah fungsinya itu, maka bahasa tidak menunjukan
adanyasatu acuan yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam segala fungsinya.
Setiap acuan cenderung dipergunakan sesuai dengan konteks mempengaruhinya.
Karena adanya sebagai acuan itu, maka masalah utama standarisasi bahasa adalah
acuan manakah yang harus dipilih di antara berbagai acuan yang ada dalam
berbagai variasi pemakian yang sesuai dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, yang akan ditetapkan sebgai acuan standar.
Ada beberapa hal yang perlu dipedomani penepa
bahasa baku atau standar. Pedoman itu meliputi hal sebagai berikut:
a. Dasar
keserasian, bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi baik tulis maupun
lisan.
b.
Dasar keilmuan, bahaa
yang digunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah
c.
Dasar kesastraan,
bahasa digunakan dalam berbagai karya sastra
Masalah
pembakuan bahasa terkait dengan dua hal, yakni kebijaksanaan bahasa dan
perencanaan bahasa. Melalui kebijaksanaan bahasa diplih dan ditentukan salah
satu dari sejumlah bahasa yang ada untuk dijadikan bahasa nasional atau bahasa
resmi kenegaraan. Sedangkan melalui perencanaan bahasa dipilih dan ditentukan
sebuah ragam bahasa dari ragam-ragam yang ada untuk dijadikan ragam baku dan
ragam standar bahasa tersebut. Proses pemilihan atau penyeleksian dan penetapan
salah satu ragam bahasa resmi kenegaraan atau kedaerahan, serta usaha-usaha
pembinaan dan engembangannya yang dilakukan secara kontinu disebut pembakuan
bahasa atau penstandaran bahasa.
5.1 Definisi
Bahasa Baku
Bahasa
baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memilki nilai komunikatif yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan
nasional, dalam situasi resmi atau lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang
terikat oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal buku (junus dan arifin
banasuri 1996:62).
Bahasa
baku tersebut merupakan ragam bahasa yang terdapat pada bahasa bersangkutan.
Ragam baku itumerupakn ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar
warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian
kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.
Untuk
menetukan apakah sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, maka ada tiga hal
yang dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan,
kecendikian dan kerasionalan, serta keseragaman.
a. Kemantapan
dan kedinamisan
Mantap artinya sesuai atau taat dengan
kaidah bahasa. Kata rasa, misalnya kalau dibubuhi imbuhan pe- maka terbentuklah
kata jadian perasa. Begitu juga kata raba bila dibubuhi imbuhan pe- maka
menjadi peraba. Kata rajin juga demikian. Kalu kita taat asas maka kita akan
mengatakan pengaji buka pengkajiuntuk orang yang melakukan kajian (research).
Dinamis artinya tidak statis alias tidak
kaku. Bahasa baku tidak menghendaki bentuk yang kaku, apalagi mati. Kata
langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganandan tokohnya disebut
berlangganan dan ditoko itu disebut pelanggan.
b. Kecendikian
atau kerasionalan
Ragam baku bersifat cendikia karena
ragam baku dipakai di tempat-tempat resmi dan oleh orang pelajar. Selain itu
ragam baku dapat menjebatani antar pengguna, sehingga tidak terjadi kesalah
pahaman dalam pemerosesan pesan. Dapat juga dikatakan ragam baku memberikan
gambaran apa yang ada di dalam otak pembicara atau penulis, serta memberikan
gambaran yang jelas dalam otakpendengar atau pembaca.
Contoh kalimat yang tidak cedikia:
1. Dukun
beranak dijalan
2. Saya
akan memberi buku sejarah baru
3. Permasalahan
itu telah disampaikan berulang kali
Konstruksi dukun beranak dan buku
sejarah baru pada kalima 1 dan 2 di atas bermakna ganda. Makna pada kalimat 1
kemungkinan ada dua makna yaitu: dukun melahirkan dijalan dan dukun yang
profesinya sebgai dukun berank dijalan. Kalimat 2 juga memilki kegandaan makna.
Makna tersebut bisa saja buku yang baru dan bisa saja sejarah yang baru.
Sedangkan kalimat 3 kekurangan ketetapan dalam menentukan pasangan kata yang
cocok. Perbaikan kata yang kurang tepat itu adalah berulang-ulang atau
berkali-kali.
c. Penyeragaman
Pada hakikatnya pembakuan bahasa berarti
penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa artinya pencarian atau
penentuan titik-titik keseragaman. Sebagai contoh, sebutan pelayanan kapal
terbang dianjurkan menggunakan istilah pramugara untuk laki-laki dan untuk
peerempuan pramugari. Andaikata ada yang menggunakan kata stewardatau stewardes
dan penyerapan itu seragam, maka kata-kata tersebut menjadi kata-kata baku.
Akan tetapi kenyataannya hingga saat ini kedua kata tersebut tidak digunakan
dalam konteks keindonesiaan.
5.2
Ciri-Ciri Bahasa Baku
Bahasa indonesia tidak
hanya baku namun disisi lain bahasa indoneisa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Digunakan
dalam situasi formal, wacana teknis, dan fprum-forum resmi seperti seminar dan
rapat.
2. Memiliki
kemantapan dinamis artinya kaidah dan aturannya tetap dan tidak dapat berubah.
3. Bersifat
cendikiaan artinya wujud dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang lain
mengungkapkan penalaran yang terartur.
4. Memilki
keseragaman kaidah, artinya kebakuan bahasa bukan peyamaan ragam bahasa
melainkan kesamaan kaidah.
5. Dari
segi pelafalan, tidak memperlihatkan unsur kedaerah atau asing.
5.3 Ejaan Bahasa
Indonesia
Dalam
kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang
salah alias tidak sesuai dengan ejaan bahasa indonesia.salah satu atau dua
ejaan kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun lain halnya
dengan dosen dan guru bahasa indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk
dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah.
Ejaan
baku adalah ejaan yang benar dan ejaan yang tidak benar adalah ejaan yang
salah. Bagaimana untuk mengetahuinya bahwa kata yang pada kalimat yang kita
tulis tidak m enyalahi aturan ejaan baku dan tidak baku? Cukup dengan membuka
buku kamus bahasa indonesia yang terkenal baik yang dikarang oleh yang baik
pula sebagai referensi. Contoh kamus besar bahasa indonesia karangan pusat
pembinaan dan pengembangan bahasa.
Contoh
ejaan baku dan ejaan tidak baku,dimana sebelah kiri adalah salah dan sebelah
kanan adalah benar.
Apotik:apotek
Atlit:atlet
Azas:asas
Bis-bus
Do’a:doa
Duren:durian
Gubung:gubuk
Hadist:hadis
Ijin:izin
Imajinasi:imaginasi
Kalo:kalau
Insyaf:insaf
Jaman;zaman
Kongkrit:konkret
Nomer;nomor
Ramadhan:ramadan
Rame:ramai
Rapor:rapot
Sentausa:sentosa
Trotoar:trotoir
Ekstra
ilmu pengetahuan ejaan yang disempurnakan atau eyd:
Kreatifitas:kreativitas
Kreativ:kreatif
Aktiv:aktif
Sportifitas:sportivitas
Sportiv:sportif
Produktivitas:produktifitas
Produktiv:produktif
Di
dalam bahasa indonesia sangat penting ejaan bahasa baku agar tidak salah dalam
mengartikan suatu makna dan dengan adanya bahasa ejaan bahasa baku maka kita
dituntut untuk menggunakan bahasa yang benar yang telah disempurnakan oleh EYD.
BAB
VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Pembicaraan
mengenai morfologi bahasa indonesia
sebenarnya telah banyak dilakukan orang, baik dalam sebuah buku khusus, maupun
sebagai bagian darisebuah buku yang lebih luas, yaitu buku tata bahasa, baik
yang bersifat preskriftif maupun yang katanya bersifat dekriftif. Namun
buku-buku ini belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti :
Mengapa
afiks ber-dapat diimubuhkan, misalnya pada akar henti, sedangkan prefiks me-
tidak dapat? Secara aktual kata berhenti diterima . masih banyak
pertanyaan-pertanyaan tatakebahasaan lainnya.
Buku
tata bahasa yang ada, baik tradisional, struktural dan lainnya, biasanya, hanya
mendiskripsikan keteraturan-keteraturan itu terjadi. Oleh karena itu, hasil
analisis yang dilakukan sebelumdapat digunakan untuk membuat suatu prediksi
ilmiah, padahal salah satu tugas ilmu adalah membuat suatu prediksi imiah,
padahal salah satu tugas ilmu adalah membuat suatu prediksi secara ilmiah.
Buku
berjudul morfologi bahasa indonesia ini membicarakan pembentukan kata-kata
melalui afiksasi , reduplikasi, konsep bahaa indonesia,tujuan,fungsi, bahasa
dan ilmu,masyarakat dan psikologi dan proses morfofonrmik, serta pembakuan
bahasa. Diharapkan buku ini memberikan kontribusi dalam kajian struktur
internal bahasa indonesia, serta memberi manfaaf dalam kerangka pembinaan dan
pengembangan bahaa yang lebih sempurna.
6.2 Saran
Semoga
buku ini bermanfaat bagi mahasiswa lebih-lebih kepada dosen mata kuliah
morfologi yang telah memberikan tugas akhir dalam pembuatan buku morfologi ini.
Dan kami harapkan kepada mahasiswa agar terus mempelajari struktur internal di
dalam kebahasaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Chaer
H.
Guntur Tarigan
M.
Ramlan
Aminudin
Wayan
M.Hum
Ahmad
M.Hum
Comments
Post a Comment