Morfologi Bahasa Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Konsep Bahasa Indonesia
Pada hakekatnya para pakar linguistik deskriptif biasanya mendifinisikan bahasa sebagai “ satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer” yang kemudian lazim ditambah dengan “ yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengindentifikasi diri. (Chaer 1994 ). Bagian utama dari definisi atas menyatakan hakikat bahasa itu, dan bagian tambahasan menyatakan apa fungsi bahasa itu.
Bagian pertama atas definisi diatas menyatakan bahasa bahasa itu adalah satu sistem, sama dengan sitem-sistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Jadi bahasa itu bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun dari sejumlah subsistem (subsitem fonologi, sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem lambang lainya. Hanya sistem lambang bahasa ini berbunyi, bukan gambaran atau tanda lain, dan bunyi itu adalah bunyi bahasa yang dilahirkan oleh alat ucap manusia. Sam dengan sistem lambang lain, sistem lambang bahasa ini juga bersifat arbitrer. Artinya, antara lambang yang berupa bunyi itu tidak memiliki hubungan wajib dengan konsep yang dilambangkannya. Maka, pertanyaan, mialnya ‘mengapa bintang berkaki empat yang biasa dikendarai disebut (kuda),” tidaklah bisa dijelaskan. Pada suatu saat nanti bisa saja atau mungkin saja tidak lagi disebut kuda, melainkan disebutlambang bunyi lain, sebab bahasa itu bersifat dinamis.


Bagian pertama dari definisi diatas juga menyiratkan bahwa setiap lambang bahasa baik kata , frase, klausa, kalimat, maupun acana memiliki amkna tertentu, yang bisa saja berubah paa satu waktu tertentu. Atau, mungkin juga tidak berubah sama sekali.
Bagian tambahan dari definisi diatas menyiratkan fungsi bahasa dilihat dari segi sosial, yaitu bahwa bahasa itu adalah alat interaksi atau alat komunikasi di dalam masyarakat. Tentu saja konsep linguistik deskriftif tentang bahasa itu tidak lengkap, sebab bahasa bukan hanya alat interaksi sosial, melainkan memiliki fungsi dalam berbagai bidang lain. Itulah sebabnya mengapa psikologi, antropologi, etnologi, neurologi, dan filologi juga menjadikan bahasa sebagai salah satu objek kajiannya dari sudut atau segi yang berbeda-beda.
1.2Tujuan Bahasa Indonesia
Tujuan bahasa indonesia adalah sebgai alat komunikasi antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, masyarakat satu dengan masyarakat lain, antara suku dengan suku yang lain, antara budaya dengan budaya dan lain-lainnya. Dengan adanya bahasa indonesia atau disebut dengan bahasa negara atau nasional yang harus dikuasi oleh seluruh warga negara indinesia guna untuk berinteraksi dengan budaya daerah lainnya karena indonesia terdiri dari berbagai kepulaun yang ada diindonesia.
 Maka dari itu tujuan bahasa indonesia selain digunakan untuk berinteraksi sehari-hari namun dissis lain sebagai media untuk menyatukan bangsa karena diindonesia ini terdiri dari berbagai macam suku,ras maupun budaya yang beragam. Oleh karena ittu bahasa indonesialah yang digunakan oelh warga negara indonesia untuk beriteraksi dengan budaya lainnya.
Bahasa indonesia sebagai bahasa nomor satu atau bahasa nasional wajib bagi warga negara indonesia untuk mempelajarinya karena bahasa indonesia sebagai indentitas dari dari sebuah negara itu sendiri.Oleh sebab itu, kita sebgai warga negara indonesia harus membudayakan bahasa indonesia itu sendiri. Memang diindonesia ini sangat banyak bahasa-bahasa daerah yang bergam dari berbagai suku, namun untuk mempermudahkan suatu suku bangsa yang berbeda bahasa, maka dari itu bahasa indonesia hadir dalam kehidupan masyarakt itu sebagai media utnuk berinteraksi dengan suku dan budaya lainnya.
Dan disisi lainya dengan adanya bahasa indonesia dengan mudah dikenal dengan negara lain karena bahasa itu sebgai indentitas suatu negara. Maka tujuan bahasa indonesia itu, sangat berperan penting dalam masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Lebih lebih dengan antara suku dan budaya yang ada diindonesia karena negara indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak budaya dan suku bangsa yang beragam. Maka dari itu bahasa indonesia digunakan untuk menyatukan seluruh suku bangsa yang ada dindonesia itu sendiri dan sebagai alat untuk beriteraksi antara masyarakat satu dengan masyarakat lain yang hidup dalam kehidupan bersosial itu sendiri.
1.3 Fungsi Bahasa Indonesia
fungsi bahasa adalah bahwa bahasa itu adalah alat iteraksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan ( Chaer, 1995 ). Dalam hal ini, Wardhaugh (1972) seorang pakar sosiolinguistik juga mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun, fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut kineavy disebut sebagai fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertaimen. (michel, 1967:51).
Kelima fungsi dasar ini mewadahi konsep bahwa bahasa alat untuk melahirkan ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan seorang penutur kepada orang lain. Pernyataan senang, benci, kagum, marah, jengkel, kecewa, dapat diungkapkan dengan bahasa, meskipun tingkah laku, gerak-gerik, dan mimik juga berperan dalam pengungkapan ekspresi batin itu. Fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan dan amanat kepada orang lain. Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan. Funsi persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat memengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik. Yang terakhir fungsi entertaimen adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan atau memuaskan perasaan batin.
Karna bahasa yang digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan sedang perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak dan perilaku serta keperluan manusi dalam kehidupan. Oleh karena itu, dalam berbagai kepustakaan kita akan mungkin menemukan rincian fungsi-fungsi bahasa yang berbeda dan beragam ( Chaer 1995; Nababan, 1984 ).
1.4Bahasa Dan Ilmu
1.4.1 Hakekat Ilmu
Ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge) adalah dua bidang yang berbeda. Pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman, pikiran, perasaan, dan pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi dengan orang lain dan alam sekitarnya, yang kemudian diabastraksi dalam bentuk pernyataan, ungkapan artistik, teori, dalil, rumus atau hukum.
Suriasumantri (1990)mengatakan knowledge merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi. Kamus besar bahasa indonesia mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistemmenerut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuanitu.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan bagian pengetahuan yang dihasilkan melalui penelitian atas satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan dengan bidang tersebut yang kemudian disusun secara sistematis dan koheren.
Berdasarkan pengertian inidapat dikatakan bahwa ilmu memilki empat ciri, diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan metode tertentu dan langkah-langkah yang sistematis, mencakup satu bidang tertentudari kenyataan dan disusun secara koheren.
1.4.2 Hakikat Bahasa
Bahasa adalah media atau sarana yang digunakan untuk berbicara menulis, dan berfikir. Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam hidup manusia. Bahasa membuat manusia mampu mendominasi ( bahkan menjadi penguasa) makhluk lain dimuka bumi baik yang berda di darat, laut, maupun udara. Karena yang membuat manusia dengan hewan adalah peradaban dan peradaban terbentuk hanya karena manusia memilki bahasa, maka tanpa bahasa sebenarnya manusia hanyalah salah satu dari mamalia.
Berbagai definisi bahasa pada umumnya menyoroti dua aspek terpenting: fungsional dan formal. Aspek fungsional merujuk kepada fungsi bahasa yang begitu penting dalam kehidupan masyarakat manusia, yaitu sebagai media yang dimiliki bersama dan digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat, gagasan, dan perasaan.
Aspek formal merujuk pada sistem atau kaidah-kaidah (tata bahasa) yang digunakan untuk membentuk bunyi menjadi kata dan memadu kata-kata menjadi kalimat yang bermakna.
Penggunaan bahasa dapat dibedakan menjadi bahasa pasaran, bahasa ibu, bahasa anak muda, bahasa poitik, dan bahasa ilmiah. Dari segi lokasi, bahasa dibedakan menjadi bahasa daerah, bahasa indonesia, dan bahasa asing.
Berdasarkan bentuknya bahasa dibagi menjadi bahasa lisan, bahasa tulisan dan bahasa isyarat. Kamus besar bahasa indonesia (2008) mendefinisikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan menginditifikasi diri.
Sistem tata bahasa setiap bahasa biasanya dibangun secara hirarkis oleh empat unsur yaitu: fonem, morfem, sintaksis, dan semantik.
1.4.1.1 Peran Bahasa Dalam Ilmu
Peran bahasa dalam ilmu sangat erat hubungannya dengan aspek funsional bahasa sebgai media berfikir dan media komunikasi sehubungan dengan itu, pembahasan tentang permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian, yaitu:
1.      Hubungan bahasa dengan pikiran peran penting bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi bahasa sebagai media berfikir melalui kegiatan berfikir, manusia memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi ilmu dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas berfikir, bahasa berperan sebgai simbol (refresentasi mental) yang dibutuhkan untuk memikirkan hal-hal yang abastrak dan tidak diperoleh memlalui peninderaan.
2.      Bahasa sebgai media komunikasi
Komunikasi merupakn salah satu jantung pengembangan ilmu. Setiap ilmu dapat berkembang jika temuan-temuan dalam ilmu itu disebarluaskan, dipublikasikan melalui tindakan komunikasi. Temuan-temuan itu kemudian dideskusikan , diteliti ulang dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau diperbaharui oleh ilmuan lainnya.
Hasil-hasil diskusi, sintetis, penelitian ulang, penerapan pengembangan itu kemudian dipublikasikan lagi untuk ditindaklanjuti oleh ilmuan lainnya.selama dalam proses penelitian, perumusan, dan publikasi temuan-temuan, tersebut bahasa memainkan peran sentral, karena segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa sebagai media.
1.4.1.2 Karakteristik Bahasa Yang Medukung Pengembangan Ilmu
Peran bahasa sebagai media berfikir komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap aktivitas pengembangan ilmu. Akan tetapi tidak semua bahasa dapat digunakan untuk tujuan ini, bahasa yang dikembangkan oleh masyarakat yang tidak menjalani budaya ilmiah justru akan menghambat pengembangan ilmu.
Rahmat (2005:276) menjelaskan konsep-konsep dalam bahasa cenderung menghambat atau mempercepatproses pemikiran tertentu. Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral dalam fungsinya sebagai media berfikir dan media komunikasi adalah kata-kata dengan memahami makna kata-kata yang membentuk sebuah kalimat, meskipun dia tidak mengalamistruktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa ‘menebak’ pesan yang disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik.
Sehubngan itu, kriteria bahasa yang medukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para ilmuan. Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui kenyataan bahwa keterbtasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidakberfikir logis, termasuk dalam menarik kesimpulan.
1.5 Bahasa Dan Masyarakat
Bahasa dan masyarakat ibarat dua sisi mata unag yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Jika tidak adanya bahasa maka masyarakat tidak bisa berinteraksi dengan baik  begitu pula jika tidak ada masyarakat maka bahasa itu tidak dapat digunakan dalam proses kehidupan dalam masyarakat.
1.5.1 Bahasa Dan Tutur
Perdinand De Saussure (1916) membedakan langage, lengue, dan parole (bahasa prancis). Langage adalah bahasa sebgai sistem lambang bunyi yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal diantara sesamanya (abastrak). Langue adalah dimaksudkan sebagai sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekolompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan beriteraksi sesamanya. Langue mengacu kepada sebuah sistem lambang bunyi tertentu (abastrak). Langue dan langage adalah suatu sistem pola, keberaturan, kaidah yang ada atau dimilki manusia tetapi tidak nyata-nyata digunakan.
Parole (konkret) adalah pelaksaa=naan dari langue dalam bentuk ujran atau tuturan yang dilakukan oleh para anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya. Objek kajian study linguistik dalah lague tetapi dilakukan melalui parole (parole dapat diobservasi secar emperis).
1.5.2 Verbal Repertoir ( Repertoir Bahasa)
Semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimilki atau dikuasi seseorang penutur biasa disebut repetior bahasa. Kemampuan komunikatif yang dimiliki individu maupun kelompok disebut vebal repertoir. Jadi verbal repetior dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu verbal reportoire yang dimilki individu dan yang dimilki masyarakat.
A.    Verbal repertoir ada dua macam:
1.      Yang dimilki setiap penutur secara individual. Mengacu alat-alat verbal yang dikuasai penutur.
2.      Yang merupakan milik masyarakat tutur secara keseluruhan. Mengancu kepada kesluruhan alat-alat verbal yang ada disuatu masyarakat.
Kajian yang mempelajari penggunaan bahasa sebgai sistem interaksi verbal diantara para penuturnya di dalam masayarakat disebut sosiolinguistik interaksional (sosiolinguistik makro). Kajian mengenai penggunaan bahasa dlam hubungannya dengan adanya ciri-ciri linguistik di dalam masyarakat disebut sosiolinguistik korelasional (sosiolinguistik makro).
1.5.3 Masyarakat Tutur Atau Masyarakat Bahasa
Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadao manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita dapat berhubungan dengan orang lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat.
Jika kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal reportior yang relatif sama serta mempunyai penilain yang sama terhadap norma-norma pemakian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka disbut masyarakat tutur. Untuk dapat disebut masyarakat tutur adalah adanya perasaan di antara para penuturnya, bahwa mereka merasa  menggunakan tutur yang sama.
Fisman (1976) menyebut masayarakat tutur adalah suatu masyarakat yang angota-angotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaanya. Di dalam kehidupan masayarakat fungsi bahasa secara tradisional dapat dikatakan sebgai alat lomunikasi. Bagi sosiolinguistik konsep bahasa adalah alat fungsinya yang mnyampaikan pikiran saja dianggap terlalu sempit.
Chaer (2004:15) berpendapat bahwa fungsi yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah dari segi penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan. Maksud adri penyataan tersebutpada intinya bahwa fungsi bahasa akan berbeda apabila ditinjau dari sudut pandang yang berbeda sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Berdasarkan verval repertoire yang dimilki oelh masyarakat, masyarakat dibedakan menjadi dua:
a.       Masyarakat monolingual (satu bahasa)
b.      Masyarakat multilingual (lebih dari dua bahasa)
c.       Masyarakat bilingual (dua bahasa)
Jadi suatu masyarakat memilki verbal repertoire yang relatif sama dan memilki penilaian yang sama terhaadap pemakian bahasa yang digunakan dalam masyarakat disebut masyarakat bahasa.
1.6 Bahasa Dan Psikologi
1.6.1 Psikologi
Secara etimologi `kata  psikologi berarti “jiwa, roh, sukma”, sedangkan kata logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara harfiah berarti ilmu jiwa atau ilmu yang objek kajian adalah jiwa. Duhulu ketika psikologi masih berada atau merupakan bagian dari ilmu filsafat, definisi bahwa psikologi adalah ilmu yang mengkaji jiwa masih bisa dipertahankan. Dalam kepustakaan kita pada tahun 50 an nama ilmu jiwa lazim digunakan sebagai padanan kata psikologi. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena bidang ilmu ini tidak meneliti jiwa, roh, atau sukma sehingga istilah itu kurang tepat.
Dalam perkembangan lebih lanjut, psikologi lebih membahas atau mengkaji sisi-sisi manusia dari segi yang bisa diamati. Mengapa? Karena jiwa itu bersifat abastrak, sehingga tidak dapat diamati secara emperis, padahal objek kajian setiap ilmu harus dapat diobservasi secara indrawi.
Dalam perkembangannya, psikologi telah terbagi menjadi beberapa aliran sesuai dengan faham filsafat yang dianut. Karena itulah yang dikenal adanya psikologi yang metalistik, yang behavioristik, dan yang kongitifistik.
Psikologi yang metalistik melahirkan aliran yang disebut psikologi kesadaran. Tujuan utamanya adalah mencoba mengkaji proses-proses akal manusia dengan cara mengintropeksi atau mengkaji diri. Oleh karena itu, psikologi kesadaran lazim juga disebut psikologi intropeksionisme. Psikologi ini merupakan suatu proses akal dengan cara melihat ke dalam diri sendiri setelah suatu ransangan terjadi.
Psikologi behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikologi perilaku. Tujuan utama psikologi perilaku ini adalah mencoba mengkaji perilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu ransangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi dan mengontrol perilaku itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses-proses akal yang membangkitkan perilaku tesebut karena proses-proses akal ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide-ide, pengertian, kemauan, keinginan, maksud, pengharapan, dan sega mekanisme psiologi. Yang dikaji hanyalah peristiwa-pristiwa yang dapat amati, yang nyata konkret, yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.
Psikologi kongnifistik dan lazim disebut psikologi kongnitif mencoba mengkaji proses-proses kongnitif manusia secara ilmiah. Yang dimaksud proses kongnitif adalah proses-proses akal (pikiran, berpikir) manusia bertanggung jawab mengatur pengalaman dan prilaku manusia. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kongnitif adalah bagaiman cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan, mengeluarkan, dan menggunakan penggetahuannya, termasuk perkembangan dan penggunaan pengetahuan bahasa.
Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala kegiatannya yang sangat luas.oleh karena itu, muncullah berbagai cabang psikologi yang diberi nama sesuai dengan penerapannya. Diantara cabang-cabang itu adalah psikologi sosial, psikologi perkembangan, (kanak-kanak), psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa.
1.6.2 Bahasa
Secara umum linguistik lazim diartikan sebagai ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Pakar linguistik disebut linguis. Namun, perlu dicatat kata linguis dalam bahasa inggris juga berarti “orang yang mahir dalam menggunakan beberapa bahasa”, selain bermakna “pakar linguistik”. Seorang linguis mempelajari bahaa bukan dengan tujuan utama mahir menggunakan bahasa itu, melainkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai kaidah-kaidah struktul bahasa, beserta dengan berbagai aspek dan segi yang menyangkut bahasa. Andai kata si linguis ingin memahirkan pemggunaan bahaa itu tentu tidak ada salahnya. Bahkan akan menjadi lebih baik. Sebaliknya, seseorang mahir dan lancar dalam menggunakan beberapa bahasa, belum tentu dia seorang lingusi kalu dia tidak medalami teori tentang bahasa. Orang seperti ini lebih tepat disebut seorang poliklot “berbahasa banyak”, sebagai dikotomi dari monoklot “berbahasa satu”.






BAB II
MORFOLOGI
2.1 Konsep Morfologi
Secara secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf  yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk’. Di dalam kajian linguistik, morfologi berarti ;ilmu mengenai bentu-bentuk dan pembentukan kata, sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Memang selain bidang kajian linguistik, di dalam kajian biologi ada juga digunakan istilah morfologi. Kesamaanya, sama-sama mengkaji tentang bentuk.
Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu dibicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembentukan kata itu, yakni morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses pembentukan kata melalui proses afiksasi, reduplikasi ataupun pengulangan dalam proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi, pengabungan dalam proses pembentukan kata melalui proses komposisi, dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan. Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari proses morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat dikatakan berterima, tetapi jika tidak sesuai yang diperlukan, maka bentuk itu dikatakan tidak berterima. Keberterimaan atau ketidakkeberterimaan bentuk itu juga karena alasan sosial. Namun, di sini, dalam kajian morfologi, alasan sosial itu kita singkirkan dulu, yang kita perhatikan atau pedulikan adalah alasan gramatikal semata. Alasan sosial masuk dalam kajian sosiolinguistik (lihat Chaer, 2004).
2.1.1 Pengertian Morfologi Menurut Para Ahli
1. Profesor Ramlan
Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata perubuhan fungsi atau arti sebagai akibat perubahan bentuk itu.
2. Profesor Harimurti Kridalaksana
Morfologi adalah study linguistik yang mempelajari morfim dan kombinasinya.
3. Profesor Gorys Keraf
Morfologi adalah study yang menyelidiki, memilah, dan menganalisis poses terbentuknya kata luas dari kata yang dapat berdiri sendiri menjadi kata lengkap dan sempurna yang dapat digunakan dalam pembentukan kalimat atau diskriftif atau wacana yang lebih luas.
4. Profesor Mattheus
Morfologi adalah study linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bentuk-bentuk kata baik sebagai bentuk tunggal maupun bentuk majemuk.
2.2 Hubungan Morfologi Dan Ilmu Lain
2.2.1 hubungan morfologi dengan leksikologi
Morfologi adalah study bahasa yang mempelajari proses pembentukan kata. Sedangkan leksikologi adalah study bahasa yang mempelajari arti suatu kata, dalam kamus, dan pembedaharaan kata dalam suatu bahasa.
Persamaannya morfologi dan leksikologi adalah sama-sama menjadikan kata sebagai objek, sedangkan perbedaannya morfologi mempelajari kata sebagai arti kata gramatikal. Sebaliknya leksikologi mempelajari kata sebagai arti leksis atau arti kata yang ada dalam kamus.
Cotohnya: kata “masak” dalam arti leksis bisa bermakna tua, dewasa, dll.
2.2.2 Hubungan Morfologi Dengan Sintaksis
Morfologi ilmu yan mempeljari seluk beluk bentuk kata sedangkan sintaksis ilmu yang mempelajari bagaimana kata menjadi klausa dan klausa menjadi kalimat dan kalimat menjadi wacana.
Persamaan dan perbedaannya. Sintaksis objek utamanya adalah struktur kata. Contohnya: saya+cinta+pada+anda+karena+ikhlas. Sedangkan morfologi objek utamanya adalah gramatikal.C ontohnya tangis+me menjadi menangis. Perbedaannya adalah morfologi unsur yang paling kecil adalah morfem, dan unsur yang paling besar adalah kata. Comtohnya cinta menjadi bercinta, percintaan, dicintai. Sedangkan sintaksis adalah unsur yang paling kecil adalah kata, sedangkan unsur yang paling besar adalah kalimat. Contohnya uang itu diperoleh melalui judi, judi merupakan perbuatan haram.
2.2.3 Hubungan Morfologi Dengn Etimologi
Morfologi ilmu yang mempelajari seluk beluk bentuk kata. Sedangkan etimologi adalah study bahasa yang mempelajari asal, usul perubahan kata baik asal maupun majemuk. Contonya: atur, mengatur, pengaturan, diatur, diaturkan.
Sedangkan persamaannya adalah objek utama kedunya adalah kata. Dan perbedaanya adalah morfologi proses pembentukan arti leksis. Contohnya aduh, mengadukan, diadukan. Sedangkan etimologi proses asal kata perubahan pemakian. Contohnya tik, mengetik, ditik, pengetik, pengetikan.
2.3 Struktur Morfologi
Untuk memahami yang dimaksud dengan struktur, sistem dan distribusi morfologi, kita perlu perlu meliht kembali konsep yang diberikan ferdinand de saussure (1966). De saussure membedakan adanya dua macam hubungan yang terdapat antara satuan satuan bahasa, yaitu hubungan sitagmatik dan hubungan asosiatif. Yang dimaksud dengan hubungan sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan-satuan bahasa di dalam kalimat yang konkret tertentu, sedangkan hubungan asosiatif adalah hubungan antara satuan satuan bahasa dalam kalimat tertentu dengan yang terapat di dalam kalimat lainnya. Jadi, kalau hubungan sintagmatik bersifat linear karena satuan-satuan tersebut berada dalam satu ujaran (kalimat), sedangkan hubungan asosiatif tidak bersifat linear karena berada dalam ujaran atau kalimat yang lain.
Louis hjelmslev, seorang linguis denmark ( Chaer, 2004 ) mengambil konsep De Saussure dan menganti istilah asosiatif dengan istilah paradigmatik. Kemudian firt seorang linguis inggris, menyebut hubungan sintagmatis itu dengan istilah struktur, dan hubungan paradigmatik dengan istilah sistem. Dengan demikian, dapat dikatakan struktur adalah hubungan bagian-bagian kalimat secara linear, seangkan sistem adalah hubungan bagian-bagian kalimat yang satu dengan yang lain. Fakta dalam bahassa indonesia bahwa objek selalu terletak di belakang predikat adalah masalah struktur. Fakta adanya kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam bahasa indonesia adalah menyangkut masalah sistem.
Sistem pada dasarnya menyangkut masalah distribusi, yaittu masalah dapat tidaknya suatu konstituen diganti dengan konstituen lain dalam kalimat tetentu.
2.4 Morfem Akar (Asal) Dan Dasar
2.4.1 Morfem Akar
Morfem akar adalah istilah akar (root) yang digunakan untuk menyebut yang tidak dapt dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya ditinggalkan (yaitu prefiks-me, prefiks-ber. Dan sufiks-kan) dengan cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku. Akar laku ini tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak makna akar tersebut. Contoh lain, kata keberterimaan kalau semua afiksnya ditinggalkan akan tersisa akarnya yaitu bentuk terima. Bentuk terima ini pun tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
2.4.2 Morfem Asal
Morfem asal adalah morfem yang menjadi asal yang bentuknya lebih besar. Contohnya. Tik, diketik, lir, mengalir, alirkan, bergaul, kit, bangkit, ungkit, cungkit.
2.4.3   Morfem Dasar
Morfem dasar istilah bentuk dasar atau dasar (base) biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dpat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga beupa gabungan morfem. Umpamanya pada kata berbicara yang terdiri dari kata ber- dan morfem bicara-, msks morfem bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar. Jadi bentuk dasar adalah bentuk yang lansung menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Wujudnya dapat berupa morfem tunggal, dan dapat juga berupa bentuk polimorfemis.
2.5 Morfem Lansung Dan Tidak Langsung
A. Morfem Langsung
 adalah unsur yang membentuk kata baik melalui afiks maupun reduplikasi dalam membentuk kata yang lebih besar bsecra langsung.
Contohnya: ber-, pakai dan an adalah unsur yang terpisah yang masing-masing mempunyai intensitas dalam bergabung dalam bentuk lain dan tidak merupakan unsur langsung adalah unsur yang sudah mengalami sebgaian afiksasi dan sebagai tambahan.
Contohnya: ber + pakian menjadi berpakian.
B. Morfem Tidak Langsung
Unsur tidak lansung adalah unsur yang tidak langsung atau secra bertahap terjadi proses peembentukan. Contohnya: ber, dua , an – ber, ke, sempat, an, ber-, se, lingkuh,an.
Ketiga kata tersebut di atas merupakan rangkaian unsur tidak langsung yang satu dengan yang lainnya tidak ada kaitan dalam membentuk kata majemuk karena cara penggabungan terpisah.
2.6 Morfem Bebas Dan Terikat
2.6.1 Morfem Bebas
Adalah morfem yang bisa berdiri sendiri. Dalam bahasa indonesia misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, bagus, putus, adalah termasuk morfem bebas karena dapat berdiri sendiri dalam kalimat, misalnya tali itu putus tetapi me-dan-kan pada kata memutuskan tidak dapat berdiri sendiri, morfem ini selalu muncul bersama-sama morfem lain.
Contohnya: apa, duduk, kursi, meja, buku, dll.
2.6.2 Morfem Terikat
Adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam peraturan, semua imbuhan dalam bahasa indonesia (awalan,sisipan,akhiran) itu tidak mempunyai makna sendiri seperti morfem bebas.
Contohnya: afiks, sufiks, konfiks, simolfiks, prefiks.
2.7 Deretan Morfologi
Deretan morfologi adalah suatu dertan kata atau suatu daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan baik dalam bentuk maupun dalam artinya (Ramlan, 1983: 28-29). Selanjutnya Ramlan memberi contoh dengan kata kejauhan. Untuk mengetahui kata kejauhan itu terdiri dari satu morfem atau lebih, maka kita harus memperbandingkan kata tersebut dengan kata-kata lain dalam deretan morfologi. Anda telah mengetahui bahwa disamping kejauhan, terdapat menjauhkan, dijauhkan, terjauh, berjauhan, menjauhi, dijauhi, maka dertan morfologinya sebagai berikut : kejauhan, menjauhkan, dijauhkan, terjauh, berjauhan, menjauhi, dijauhi.
Berdasarkan perbandingan kata-kata yang tertera dalam deretan morfologi diatas, dapat disimpulkan adanya morfem jauh sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap anggota deratan morfologi higga dapat dipastikan bahwa.
Contoh berikut ini : kejauhan – terdiri dari morfem jauh dan morfem ke-an.
Deretan morfologi sangat berguna dalam menentukan morfem-morfem. Kata terlantar misalnya, apakah terdiri satu morfem atau dua morfem, dapat diketahui dari deretan morfologi. Kata itu haruslah dibandingkan dengan kata-kata lain yang berhubungan dengan bentuk dan artinya dalam deretan morfologik : terlantar, melantarkan, dilantarkan, diterlantarkan, keterlantaran, terlantar.
Berdasarkan deretan morfologi diatas, kata terlantar hanya terdiri dari satu morfem. Memang dalam peristiwa bahasa dijumpai kata lantaran, dan jika terlantar dibandingkan dengan lantaran, niscaya dapat ditentukan adanya morfem lantar : terlantar, lantaran, lantar, tetapi secara deskriptif kedua kata itu hanya memiliki pertalian bentuk, tidak memiliki pertalian arti. Sesuai dengan yang dimaksud denga deretan morfologik, kedua kata itu tidak dapat diletakkan dalam satu deretan morfologik, dan berarti juga tidak dapat diperbandingkan. Contoh lain, kata-kata yang kelihatannya terdiri dari dua morfem atau lebih tetapi setelah diteliti benar-benar hanya terdiri dari satu morfem: segala, terlentang, perangai, pengaruh, selamat, jawatan, pura-pura, seperti, kelola dll.
2.8 Morf, Morfem, Alomorf, Dan Kata
2.8.1. Morfem
Kita sudah tahu, bahwa morfem merupakan satuan yang paling kecil yang dapat dipelajari oleh morfologi. Namun, apa yang dimaksud dengan morfem belum dijelaskan. Berikut adalah definisi-definisi morfem menurut para ahli.
1.      Morfem adalah satuan gramatik yang paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya (Ramlan, 1983 : 26).
2.      Morfem adalah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983 : 10).
3.      Morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain (Sitindoan, 1984 : 64).
4.      Morfem yaitu semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi kedalam bentuk kecil yang mengandung arti (Bloch dan Trager dalam Prawirasumantri, 1985 : 127).
5.      Morfem adalah komposit bentuk pengertian yang terkait yangs ama atau mirip yang berulang (Samsuri, 1982 : 170). Yang dimaksud berulang disini yaitu kehadiraannya berkali-kali dalam tuturan.
6.      Bloomfield (1933 : 161) mendefinisikan morfem sebagai “a inguistic from wich bears no partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simple form or morphome”. (Maksud pernyataan itu, “satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem).

Contoh : kata memperbesar, dapat kita potong sebagai berikut : Mem-perbesar, Per-besar.
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna.
2.8.2 Morf Dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah benruk yang belum diketahui statusnya (misalnya: {i} pada kenai), sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya. Atau biasa dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya : morfem meN- (dibaca: me-nasal): me-, mem-, men-, meny-. Meng-, dan menge-.
2.8.3 Kata
Kata adalah satuan bebasa yang kecil, atau dengan kata lain,  setiap satu satuan bebas merupakan kata. Misalnya, ruamh, penduduk, pendudukan, negara, dari, kepada, sebagai, tentang, dan sebagainya merupakan kata karena masing-masing merupakan satu satuan bebas. Selain itu satuan-satuan seperti rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala batu dan sebagainya, meskipun terdiri dari satuan yang bebas, juga termasuk golongan kata, karena satuan-satuan tersebut memliki sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya dari frasa.








BAB III
PROSES MORFOLOGI
Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). Prosedur ini berbeda dengan analisis morfologi mencerai-ceraikan kata (sebagai satuan sintaksis) menjadi bagian-bagian atau satuan-satuan yang lebih kecil. Jadi, kalau analisis morfologi, seperti menggunakan teknik immediate constituen analysis (ICA), terhadap kata berpakaian, miasalnya, mula-mula kata berpakaian dianalisis menjadi bentuk ber-dan pakaian, lalu bentuk pakaian dianalisis lagi menjadi bentuk pakai dan-an. Maka dalam proses morfologi prosedurnya dibalik: mula-mula dasar pakai diberi sufiks-an menjadi pakaian. Kemudian kata pakaian itu diberi prefiks ber- menjadi berpakaian. Jasi, kalau analisis morfologi mencerai-ceraikan data kebahaaan yang ada, sedangkan proses morfologi mencoba menyusun dari komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk yang lebih besar yang berupa kata kompleks atau kata yang polimorfomis.
3.1 Afiksasi
Dalam proses afiksasi sebuah imbuhan pada bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks me- sehinggamenghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba transitif aktif, pada dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan verba intranstif berjuang.
Berkenaan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu dibedakan atas prefikasi, yaitu proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks dan infiksasi yakni proses pembubuhan infiks. Hanya perlu dicatat dalam bahasa indonesia proses infiksasi sudah tidak produktif lagi. Dalam hal ini perlu juga dipertahankan adanya klofiksasi, yaitu kelompok afiks yang proses afiksasinya dilakukan bertahap. Misalnya pembentukan kata menangisi, mula-mula pada dasar tangis diimbuhan sufiks-i, setelah itu baru dibubuhkan prefiks me-.
Proses prefiksasi dilakukan oleh prefiks ber-, me-, di-, ter-, ke-, dan se-, infiksasi dilakukan oleh infiks –el-,me-, dan er-, sufiksasi dilakukan sufiks –an, -kan, dan –i, sedangakan konfiksasi dilakukan oleh konfiks pe-an, per-an, se-nya, dan ber-an, ( ada yang bukan konfiks). Namun, perlu dicatat atas afiks yang sangat produktif yaitu prefiks ber-, dan prefiks me-, ada yang produktif, yaitu prefiks ter-, sufiks –kan, sufiks –i, dan sufiks –an, dan ada juga yang tidak produktif lagi, yaitu infiks –el, -em, dan –er-.
3.2 Reduplikasi   
Dalam proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar, seperti akar rumah pada kata rumah-rumah, akar tinggi pada kata tinggi-tinggi, dan akar marah pada kata marah-marah. Dan dapat juga berupa kata berimbuhan seperti kata menembak pada kata menembak-nembak, kata berimbuhan bagunan pada kata bangunan-bangunan, dan kata berimbuhan kemerahan pada kata kemerah-merahan. Dapat juga berupa kata gabung seperti rumah sakit pada kata rumah-rumah sakit, dan anak nakal pada kata anak-anak nakal.
Rduplikasi adalah pengulangan bentuk kata dapat berlnsung melalui sebuah bunyi kata dasar ulang sebagian, berubah bunyi atau dengan kombinasi afiks.
a.       reduplikasi seluruh (sempurna, paripurna, utuh ) yaitu pengulangan seluruh kata dasar yang tidak diikuti oleh variasi apapun.
Contohnya: kursi-kursi, rumah-rumah dll.
b.      reduplikasi sebagian adalah mengulang kata dasar hanya bagian tertentu baik melalui afiks maupun tidak.
Contohnya:melerai-lerai, berjalan-jalan berpeluk-peluk, dekejar-kejar, dll.
c.       Rduplikasi berubah bunyi adalah reduplikasi atau pengulangan yang diikuti oleh penambahan bunyi dari salah satu kata dasar yang diulang.
Contohnya: sayur-mayur, pauk-pauk, terang-benderang, gelap-gulita, simpang-siur, hirup-pikuk, tumpang tindih, ramah-tamah, serba-serbi.
d.      Reduplikasi yang kombinasi afiks adalah pengulangan yang diikuti variasi fonem baik diakhirkan dasar maupun diakhir kata yang di ulang.
Contohnya: berkerjar-kejaran, berdua-duaan, berlari-larian, bercim-ciuman, berpeluk-pelukan, bergelut-gelutan, menindih-nindihkan, bercakar-cakaran, bercumbu-cumbuan, bertangis-tangisan, bermaaf-maafan.
3.3 Kompositum
Kompositum adalah gabungan dua kata atau lebih, gabungan itu membentuk satu makna dan tidak dapat diselangi oleh bentuk lain.
Contohnya:
a.       Akar+akar
Pramugari, prajurit, prawira.
b.      Akar+kata
Pramuka, prakarya, prakarsa, prasejarah.
c.       Kata+kata
Rumah susun, rumah pojok, meja bundar, kursi lipat, susu sapi, susu kuda.
d.      Kata+unik
Terang benderang, gelap gulita.
Dalam proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam,sate padang, dan sate lontong, dapat berupa dua buah akar seperti akar kampung dan akar halaman pada kata kampung halaman, atau akar tua dan akar muda pada kata tua muda.
Komposisi adalah proses pengabungan dasar dengan dasar (biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep” yang belum tertampung dalam sebuah kata.  Seperti kita ketahui konsep-konsep dalam kehidupan kita banyak sekali, sedangkan jumlah kosakata terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini dalam bahasa indonesia merupakan suatu mekanisme yang cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan kosakata. Misalnya, dalam bahasa indonesia kita sudah punya kata bukit untuk mengacu pada konsep “gunung kecil”, maka konsep “bukit kecil” itu kita wadahi dengan gabungan anak bukit. Contoh lain, dalam bahasa indonesia kita sudah punya kata merah, yaitu salah satu jenis warna.
Namun, dalam kehidupan kita warna merah itu tidak semacam, ada warna merah seperti warna darah, ada warna merah seperti warna jambu, ada warna merah seperti warna delima, dan sebagainya. Maka untuk membedakan semuanya itu kiat buatlah gabungan kata merah darah, merah jambu, merah delima, dan sebagainya. Konsep yang diwadahinya adalah “merah seperti warna darah”, merah seperti warna jambu”, merah seperti warna delima.






BAB IV
PROSES MORFOFONEMIK
Morfonemik disebut juga morfonologi atau morfofonologi adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebgai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Umpamanya, dalam proses pengimbuhan sufiks-an pada dasar hari akan muncul bunyi {y}, yang dalam ortografi tidak dituliskan, tetapi dalam ucapan dituliskan.
Contohnya: hari+an menjadi hariyan dan jawab+an menjadi jawaban
Berikut akan di bicarakan beberapa jenis perubahan fonem dan bentuk-bentuk morfofonemik pada beberapa proses morfologi.
4.1Perubahan Fonem
1. fonem men akan berubah huruf m apabila betemu debgan huruf /b/p/f/ contoh:  meN+palu menjadi memalu, meN+bantu menjadi membantu, meN+fitnah menjadi memfitnah dll.
2. men akan berubah menjadi n apabila bertemu dengan kata berhuruf awal t/d/s/ contohnya: meN+tatap menjadi menatap, meN+datang menjadi mendatang, meN+sport menjadi mensport dll.
3. morfen meN aka erubah menjadi /meng/ apabila bertemu dengan kata yang berhuruf /k/g/h/. Contohnya: meN+karang menjadi mengarang, meN+gali menjadi mengali, meN+hukum mejadi meghukum dll.
4. fonem men akan berubah menjadi /meny/ apabila bertemu dengan kata yang berhuruf awal /c/j/sy/s/. Contohnya: men+cari menjadi mencari, meN+jelas menjadi menjelas, meN+syaratkan menjadi mensyaratkan, meN+sapu menjadi menyapu dll.
4.1.1 Jenis Perubahan
Dalam bahasa indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses morfologi ini. Diantaranya adalah proses:
1.      Pemunculan Fonem
Pemunculan fonem, yakni muculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yng pada mulanya tidak ada. Misalnya, dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca akan memunculkan bunyi sengau {m} yang semula tidak ada.
Contohnya: me+baca menjadi membaca dan contoh lain, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu dalam proses pengimbuhan sufiks –an pada dasar hari akan munculbunyi semi vokal {y} seprti hari+an menjadi hariyan.
2.      Pelepasan fonem, yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam prose pengimbuhan prefiks ber- pada dasar renang, maka bunyi {r} yang ada pada prefiks ber- dilepaskan. Juga, dalam proses pengimbuhan “akhiran” wan pada dasar sejarah, maka fonem {h} pada dasar sejarah itu dilepaskan. Contoh lain, dalam proses pengimbuhan “akhiran” –nda pada dasar anak, maka morfem {k} pada dasar itu menjadi lesap atau hilangkan. Perhatikan !
Ber+renang menjadi berenang
Sejarah+wan menjadi sejarawan
Anak+nda menjadi ananda
Dalam beberapa tahun terakhir ada juga gejala pelepasan salah satu fonem yang sama terdapat pada akhir kata dan awal kata yang mengalami proses komposisi. Misalanya !
Pasar+raya menjadai pasaraya
Kereta+api menjadi keretapi
Ko+operasi menjadi koperasi
3.      Peluluhan fonem, yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain dalam suatu proses morfologi. Umpamamnya, dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar sikat, maka fonem {s} pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan fonem nasal {ny} yang ada pada prefiks me- itu. Juga terjadi pada proses pengimbuhan prefiks pe. Perhatiakan !
Me+sikat menjadi menyikat
Pe+sikat menjadi penyikat
Peluluhan fonem ini tampaknya hanya terjadi pada proses pengimbuhan prefiks me- dan prefiks pe- pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan {s} lainya tidak ada.
4.      Perubahan fonem, yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat terjadinya proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks ber- pada dasar ajar terjadi perubahan bunyi, dimana fonem {r} berubah menjadi fonem {l}. Perhatikan !
Ber+ajar menjadi belajar
Contoh lain, dlam proses pengimbuhan prefiks ter- pada dasar anjur terjadi perubahan fonem, diman fonem {r} berunah menjadi fonem{l}. Perhatikan!
Ter+anjur menjadi terlanjur
5.      Pergeseran fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam suku kata yang lainnya. Umpamamnya, dalam pemgimbuhan sufiks –i pada dasar lompat terjadi pergeseran di mana fonem {t} yang semula erda pada suku kata pat menjadi berada pada suku kata ti. Simaklah!
Lompat+i menjadi lompati
Demikian juga dlam pengimbuhan sufiks –an pada dasar jawab. Disini fonem [b} yang semula berada pada suku kata wab berpindah menjadi berada pada suku kata ban. Simaklah!
Ja.wab+an menjadi ja.wa.ban
Ma.kan+an menjadi ma.ka.nan
mi.num+an menjadi mi.nu.man
4.2 Penambahan Fonem
Penambahan fonem, yakni penambahan fonem nasal /m,n,ng,dan nge/. Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan /b/ dan /f/. Umpamanya !Me+baca menjadi membaca.
Me+buru menjadi memburu.
Me+fitnah menjadi memfitnah.
Me+fokus menjadi memfokus (kan)
penambahan fonem nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan /d/. Umpamamnya !
Me+dengar menjadi mendengar.
Me+duga menjadi menduga.
Me+dapat menjadi mendapat
Penambahan fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya dimulai dengan konsonan /g,h,kh,a,l,u,e dan o/. Contoh:
Me+goda menjadi mengoda.
Me+gila menjadi mengila.
Me+hunus menjadi menghunus.
Me+hina menjadi menghina.
Me+khianat menjadi mengkhianati.
Me+khayal menjadi mengkhayal.
Me+ambil menjadi mengambil.
Me+aduk menjadi mengaduk.
Me+iris menjadi mengiris.
Me+inap menjadi menginap.
Me+ukur menjadi mengukur.
Me+usir menjadi mengusir.
Me+obral menjadi mengobrol.
Me+omel menjadi mengomel.
Me+elak menjadi mengelak.
Me+ekor menjadi mengekor.
4.3 Hilangnya Fonem
Proses hilangnya fonem /N/ pada meN dan peN tejadi sebagai akibat pertemuan morfem meN dan peN dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /i/r/y/w/dan nasal. Misalnya:
meN+lerai : melerai
meN+ramalkan : meramalkan
 meN+yakinkan : menyakinkan
meN+wakili: mewakili
meN+nyanyi: menyanyi
men+ngaga; menganga
meN+marahi: memarahi
meN+nodai, menodai
peN+lerai: pelerai
peN+ramal: peramal
peN+warna: pewarna
peN+nyanyi: penyanyi
pen+malas: pemalas
peN+merah: pemerah.
Fonem /r/ pada mofem ber-, per- dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku pertamnya berakhir dengan /r/ misalnya:
ber+rapat: berapat
ber+kerja: bekerja
ber+serta: beserta
ber+ternak: beternak
per+ragakan: peragakan
per+ramping: peramping
per+ronda: peronda
ter+rasa: tersa
ter+rekam; terekam.
Fonem-fonem /p,t,s,k/ pada awal morfem hilang sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Misalnya: men+paksa: memaksa
meN+tulis: menulis
meN+sapu: menyapu
meN+karang: mengarang
pen+pangkas: pemangkas
peN+tulis: menulis
pen+sapu: menyapu
peN+karang: pengarang.
Pada kata memperagakan dan menawarkan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks yaitu per- dan ter-. Demikian juga pada kata-kata menterjemahkan, mensupplay, pensurvey, fonem-fonem /t/s/k/ yang merupakan fonem awal bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.











BAB V
PEMBAKUAN BAHASA
Pembakuan bahasa indonesia pembakuan atau penstandaran bahasa adalah pemilihan acuan yang dianggap paling wajar dan paling baik dalam pemakian bahasa masalah kewajaran terkait dengan berbagai aspek . dalam berbahasa misalnya, aspek ini meliputi sesuatu, tempat, mitra bicara, alat, status penuturnya, waktu dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut disebut juga dengan istilah konteks. Konteks itulah yang menuntut adanya variasi bahasa.
Dalam pemakiannya variasi bahasa berhubungan dengan masalah fungsinya itu, maka bahasa tidak menunjukan adanyasatu acuan yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam segala fungsinya. Setiap acuan cenderung dipergunakan sesuai dengan konteks mempengaruhinya. Karena adanya sebagai acuan itu, maka masalah utama standarisasi bahasa adalah acuan manakah yang harus dipilih di antara berbagai acuan yang ada dalam berbagai variasi pemakian yang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang akan ditetapkan sebgai acuan standar.
 Ada beberapa hal yang perlu dipedomani penepa bahasa baku atau standar. Pedoman itu meliputi hal sebagai berikut:
a.       Dasar keserasian, bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi baik tulis maupun lisan.
b.      Dasar keilmuan, bahaa yang digunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah
c.       Dasar kesastraan, bahasa digunakan dalam berbagai karya sastra
Masalah pembakuan bahasa terkait dengan dua hal, yakni kebijaksanaan bahasa dan perencanaan bahasa. Melalui kebijaksanaan bahasa diplih dan ditentukan salah satu dari sejumlah bahasa yang ada untuk dijadikan bahasa nasional atau bahasa resmi kenegaraan. Sedangkan melalui perencanaan bahasa dipilih dan ditentukan sebuah ragam bahasa dari ragam-ragam yang ada untuk dijadikan ragam baku dan ragam standar bahasa tersebut. Proses pemilihan atau penyeleksian dan penetapan salah satu ragam bahasa resmi kenegaraan atau kedaerahan, serta usaha-usaha pembinaan dan engembangannya yang dilakukan secara kontinu disebut pembakuan bahasa atau penstandaran bahasa.
5.1 Definisi Bahasa Baku
Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memilki nilai komunikatif  yang tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau lingkungan resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal buku (junus dan arifin banasuri 1996:62).
Bahasa baku tersebut merupakan ragam bahasa yang terdapat pada bahasa bersangkutan. Ragam baku itumerupakn ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.
Untuk menetukan apakah sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, maka ada tiga hal yang dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan, kecendikian dan kerasionalan, serta keseragaman.
a.       Kemantapan dan kedinamisan
Mantap artinya sesuai atau taat dengan kaidah bahasa. Kata rasa, misalnya kalau dibubuhi imbuhan pe- maka terbentuklah kata jadian perasa. Begitu juga kata raba bila dibubuhi imbuhan pe- maka menjadi peraba. Kata rajin juga demikian. Kalu kita taat asas maka kita akan mengatakan pengaji buka pengkajiuntuk orang yang melakukan kajian (research).
Dinamis artinya tidak statis alias tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki bentuk yang kaku, apalagi mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang berlangganandan tokohnya disebut berlangganan dan ditoko itu disebut pelanggan.
b.      Kecendikian atau kerasionalan
Ragam baku bersifat cendikia karena ragam baku dipakai di tempat-tempat resmi dan oleh orang pelajar. Selain itu ragam baku dapat menjebatani antar pengguna, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman dalam pemerosesan pesan. Dapat juga dikatakan ragam baku memberikan gambaran apa yang ada di dalam otak pembicara atau penulis, serta memberikan gambaran yang jelas dalam otakpendengar atau pembaca.
Contoh kalimat yang tidak cedikia:
1.      Dukun beranak dijalan
2.      Saya akan memberi buku sejarah baru
3.      Permasalahan itu telah disampaikan berulang kali
Konstruksi dukun beranak dan buku sejarah baru pada kalima 1 dan 2 di atas bermakna ganda. Makna pada kalimat 1 kemungkinan ada dua makna yaitu: dukun melahirkan dijalan dan dukun yang profesinya sebgai dukun berank dijalan. Kalimat 2 juga memilki kegandaan makna. Makna tersebut bisa saja buku yang baru dan bisa saja sejarah yang baru. Sedangkan kalimat 3 kekurangan ketetapan dalam menentukan pasangan kata yang cocok. Perbaikan kata yang kurang tepat itu adalah berulang-ulang atau berkali-kali.
c.       Penyeragaman
Pada hakikatnya pembakuan bahasa berarti penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa artinya pencarian atau penentuan titik-titik keseragaman. Sebagai contoh, sebutan pelayanan kapal terbang dianjurkan menggunakan istilah pramugara untuk laki-laki dan untuk peerempuan pramugari. Andaikata ada yang menggunakan kata stewardatau stewardes dan penyerapan itu seragam, maka kata-kata tersebut menjadi kata-kata baku. Akan tetapi kenyataannya hingga saat ini kedua kata tersebut tidak digunakan dalam konteks keindonesiaan.
5.2 Ciri-Ciri Bahasa Baku
Bahasa indonesia tidak hanya baku namun disisi lain bahasa indoneisa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Digunakan dalam situasi formal, wacana teknis, dan fprum-forum resmi seperti seminar dan rapat.
2.      Memiliki kemantapan dinamis artinya kaidah dan aturannya tetap dan tidak dapat berubah.
3.      Bersifat cendikiaan artinya wujud dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang lain mengungkapkan penalaran yang terartur.
4.      Memilki keseragaman kaidah, artinya kebakuan bahasa bukan peyamaan ragam bahasa melainkan kesamaan kaidah.
5.      Dari segi pelafalan, tidak memperlihatkan unsur kedaerah atau asing.
5.3 Ejaan Bahasa Indonesia
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang salah alias tidak sesuai dengan ejaan bahasa indonesia.salah satu atau dua ejaan kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun lain halnya dengan dosen dan guru bahasa indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah.
Ejaan baku adalah ejaan yang benar dan ejaan yang tidak benar adalah ejaan yang salah. Bagaimana untuk mengetahuinya bahwa kata yang pada kalimat yang kita tulis tidak m enyalahi aturan ejaan baku dan tidak baku? Cukup dengan membuka buku kamus bahasa indonesia yang terkenal baik yang dikarang oleh yang baik pula sebagai referensi. Contoh kamus besar bahasa indonesia karangan pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.
Contoh ejaan baku dan ejaan tidak baku,dimana sebelah kiri adalah salah dan sebelah kanan adalah benar.
Apotik:apotek
Atlit:atlet
Azas:asas
Bis-bus
Do’a:doa
Duren:durian
Gubung:gubuk
Hadist:hadis
Ijin:izin
Imajinasi:imaginasi
Kalo:kalau
Insyaf:insaf
Jaman;zaman
Kongkrit:konkret
Nomer;nomor
Ramadhan:ramadan
Rame:ramai
Rapor:rapot
Sentausa:sentosa
Trotoar:trotoir
Ekstra ilmu pengetahuan ejaan yang disempurnakan atau eyd:
Kreatifitas:kreativitas
Kreativ:kreatif
Aktiv:aktif
Sportifitas:sportivitas
Sportiv:sportif
Produktivitas:produktifitas
Produktiv:produktif
Di dalam bahasa indonesia sangat penting ejaan bahasa baku agar tidak salah dalam mengartikan suatu makna dan dengan adanya bahasa ejaan bahasa baku maka kita dituntut untuk menggunakan bahasa yang benar yang telah disempurnakan oleh EYD.



BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Pembicaraan mengenai  morfologi bahasa indonesia sebenarnya telah banyak dilakukan orang, baik dalam sebuah buku khusus, maupun sebagai bagian darisebuah buku yang lebih luas, yaitu buku tata bahasa, baik yang bersifat preskriftif maupun yang katanya bersifat dekriftif. Namun buku-buku ini belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti :
Mengapa afiks ber-dapat diimubuhkan, misalnya pada akar henti, sedangkan prefiks me- tidak dapat? Secara aktual kata berhenti diterima . masih banyak pertanyaan-pertanyaan tatakebahasaan lainnya.
Buku tata bahasa yang ada, baik tradisional, struktural dan lainnya, biasanya, hanya mendiskripsikan keteraturan-keteraturan itu terjadi. Oleh karena itu, hasil analisis yang dilakukan sebelumdapat digunakan untuk membuat suatu prediksi ilmiah, padahal salah satu tugas ilmu adalah membuat suatu prediksi imiah, padahal salah satu tugas ilmu adalah membuat suatu prediksi secara ilmiah.
Buku berjudul morfologi bahasa indonesia ini membicarakan pembentukan kata-kata melalui afiksasi , reduplikasi, konsep bahaa indonesia,tujuan,fungsi, bahasa dan ilmu,masyarakat dan psikologi dan proses morfofonrmik, serta pembakuan bahasa. Diharapkan buku ini memberikan kontribusi dalam kajian struktur internal bahasa indonesia, serta memberi manfaaf dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bahaa yang lebih sempurna.
6.2 Saran
Semoga buku ini bermanfaat bagi mahasiswa lebih-lebih kepada dosen mata kuliah morfologi yang telah memberikan tugas akhir dalam pembuatan buku morfologi ini. Dan kami harapkan kepada mahasiswa agar terus mempelajari struktur internal di dalam kebahasaan.






DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer
H. Guntur Tarigan
M. Ramlan
Aminudin
Wayan M.Hum
Ahmad M.Hum

Comments

Popular posts from this blog

Makalah sejarah dan perkembangan linguistik historis komperatif

Makalah Regresi Linier Statistik Pendidikan

kritik sastra pada cerpen "Kertas"